Sabtu 18 May 2019 05:16 WIB

Perang Dagang Amerika-Cina: Perang Dagang Kedua

Perang dagang Amerika-Cina memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia.

Pertemuan perwakilan Amerika Serikat dengan Wakil Perdana Menteri Cina Liu He di Beijing membahas kesepakatan terkait perdagangan kedua negara.
Foto: AP
Pertemuan perwakilan Amerika Serikat dengan Wakil Perdana Menteri Cina Liu He di Beijing membahas kesepakatan terkait perdagangan kedua negara.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sintong Arfiyansyah, Pegawai Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Seperti yang telah diprediksi sebelumnya oleh beberapa ekonom, masa 'gencatan senjata' perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina hampir melewati masa tenggat.

Rehat yang sempat memberikan angin segar bagi sirkulasi perdagangan dunia tersebut, ternyata hanya dapat dinikmati beberapa saat. Persaingan kedua raksasa ekonomi dunia ini kembali bereskalasi ke titik yang lebih panas.

Kondisi ini dipicu kebijakan Presiden Donald Trump yang mengumumkan, penambahan tarif impor menjadi 25 persen terhadap barang-barang Cina dengan nilai 200 miliar dolar AS. Kondisi ini pasti kembali menekan sirkulasi perdagangan kedua negeri.

Kebijakan AS kemudian dibalas Cina dengan menaikkan tarif bea masuk impor barang AS sebesar 60 miliar dolar AS. Aksi saling balas ini kembali meningkatkan tensi perdagangan dunia hingga kembali menimbulkan ketidakpastian ekonomi global.

Ketidakpastian perekonomian global akibat perang dagang babak kedua ini, membuat volume perdagangan diprediksi kembali merosot. Pasar saham dan nilai tukar berbagai mata uang dunia juga terus bergejolak.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global 2019 hanya tumbuh 3,3 persen, sedangkan Bank Dunia (WB) memperkirakan hanya tumbuh 2,9 persen akibat semakin memanasnya perang dagang.

Saling adu jotos kedua raksasa kelas berat tersebut mau tidak mau pasti berdampak pada negara-negara lain. Indonesia sebagai salah satu pemain dalam perdagangan internasional, pasti mengalami hal yang sama.

Terlebih kedua raksasa ekonomi tersebut adalah mitra dagang utama Indonesia. Dampak instan dari serangan tarif AS-Cina pun langsung terasa bagi Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 3,45 persen sejak awal tahun yang lalu.

Nilai tukar rupiah kembali melemah di atas Rp 14.400 per dolar AS, hingga neraca perdagangan April 2019 menunjukkan defisit mencapai 2,5 miliar dolar AS.

Berbagai dinamika yang cenderung negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, pastinya harus menjadi perhatian serius, baik bagi pemerintah, pelaku bisnis, maupun masyarakat Indonesia.

Menjaga pertumbuhan ekonomi

Menjaga pertumbuhan ekonomi tetap sehat dalam gejolak pasar global adalah sebuah tantangan besar bagi Indonesia saat ini hingga tahun-tahun mendatang.

Target Indonesia untuk keluar dari jebakan negara pendapatan menengah (middle income trap) menjadi negara maju, kembali mendapatkan tantangan cukup berat akibat gejolak perang dagang babak kedua ini.

Indonesia memerlukan pergerakan lincah dan strategi yang tepat untuk mengarungi era perang dagang ini. Menurut Keynes, dalam buku The General Theory, perhitungan pertumbuhan ekonomi melibatkan empat faktor penting, yaitu konsumsi masyarakat, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto.

Perang dagang sendiri, mempunyai pengaruh cukup besar terhadap salah satu unsur pembentuk pertumbuhan ekonomi tersebut, yaitu ekspor neto atau selisih antara ekspor dan impor.

Kondisi ini dapat dilihat dari neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit akibat turunnya kinerja ekspor nonmigas kepada negara mitra dagang yang terlibat langsung perang dagang seperti Cina.

Fluktuasi harga komoditas andalan, seperti minyak sawit dan batu bara juga semakin menekan neraca perdagangan Indonesia. Ketika ada tekanan berat terhadap neraca perdagangan, tentu sektor lain bisa menjadi andalan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Masih ada tiga faktor lain, seperti konsumsi, investasi, ataupun pengeluaran pemerintah yang perlu dimaksimalkan untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi berperan penting dan dominan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement