Jumat 17 May 2019 07:30 WIB

Pergub DKI Pelarangan Kantong Plastik tak Disetujui Asosiasi

Aprindo lebih mendukung dengan pembatasan kantong plastik daripada pelarangan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Kantong Plastik. Konsumen berbelanja di salah satu mini market di kawasan Jagakarsa,Jakarta Jumat (1/3).
Foto: Republika/Prayogi
Kantong Plastik. Konsumen berbelanja di salah satu mini market di kawasan Jagakarsa,Jakarta Jumat (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum menerbitkan peraturan gubernur (pergub) terkait pelarangan kantong plastik sekali pakai hingga saat ini. Di sisi lain, pergub ini tak disetujui Asosiasi Pegusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas).

Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, tak setuju dengan pelarangan. Ia lebih mendukung dengan pembatasan kantong plastik daripada pelarangan.

"Kita lihat kalau pelarangan sih rasanya kurang setuju, kurang pas lah, pembatasannya saja. Sebetulnya lebih pas tanya mereka (Pemprov DKI) apa maksud mereka mengeluarkan itu (pergub)," ujar Tutum saat dihubungi Republika, Kamis (16/5).

Menurutnya, Pemprov DKI harus memperhatikan kesiapan konsumen yang akan terdampak pelarangan kantong plastik. Dalam pembatasan kantong plastik, Aprindo telah menerapkan kantong plastik tidak gratis (KPTG) dan konsumen dikenai biaya Rp200 untuk penggunaan kantong plastik.

Tutum menjelaskan, berdasarkan laporan dari outlet-outlet, penerapan KPTG cukup efektif. Meski masih mendapatkan pelanggan yang mengeluhkan, tetapi sebagian besar tak keberatan membayar dan justru membawa kantong belanja sendiri. Namun, Aprindo tak bisa mewajibkan outlet yang tergabung harus menerapkan KPTG.

"Bukan bikin orang susah kan, tujaunnya mengurangi saja, kita mengharapkan orang membawa sendiri, kalau enggak ada kan, ya alternatif mereka beli (kantong plastik)," kata Tutum.

Direktur Pengembangan Bisnis Inaplas Budi Susanto Sadiman memandang, pelarangan kantong plastik dipandang tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Di sisi lain berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan lapangan pekerjaan.

"Kalau judulnya pelarangan pengunaan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan pengelolaan sampah yang lebih tinggi," kata Budi kepada Republika.

Ia mengatakan, Inaplas mengajukan protes terhadap pemerintah kota yang sebelumnya juga menerapkan pelarangan kantong plastik. Budi menyebut, bahkan asosiasi pemulung yang meminta protes itu dilayangkan.

"Itu yang kemarin yang asosiasi kita protes itu sebetulnya yang minta itu dari asosiasi pemulung, dia banyak kehilangan penghasilan. Padahal itu sumber penghasilan mereka, kesejahteraan mereka," lanjutnya.

Ia menjelaskan, Inaplas mengajukan judicial review atau uji tuntas ke Mahkamah Agung terhadap peraturan Wali Kota Bogor. Inaplas menilai, pemerintah daerah (pemda) tak mempunyai solusi kreatif dan inovatif dalam mengurangi sampah plastik.

Menurut Budi, ada solusi yang lebih efektif daripada melarang penggunaan kantong plastik. Permasalahan sampah, kata dia, bukan dari materialnya tetapi pengelolaan sampah yang harus dibenahi oleh Pemprov DKI.

"Kedua adalah bagaimana sikap manusia, orang-orang itu buang sampah pada tempatnya, pada enggak mengerti semua," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement