REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ribuan orang di London melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan melalui London tengah untuk menunjukkan solidaritas terhadap Palestina. Demonstrasi tersebut meminta agar Israel mengakhiri pendudukannya di tanah Palestina dan blokade Jalur Gaza.
Dilansir Anadolu Agency, Ahad (12/5), massa demonstran meneriakkan "Bebaskan Palestina" dan "Akhiri Pengepungan di Gaza" sambil membawa plakat pro Palestina. Prosesi unjuk rasa dimulai di Portland Place dan menuju Downing Street yang menjadi tempat kantor-kantor pemerintahan.
Ikon perlawanan Palestina, Ahed al-Tamimi, termasuk di antara pengunjuk rasa yang diorganisasi oleh Kampanye Solidaritas Palestina dan Koalisi Hentikan Perang. Remaja perempuan 17 tahun itu ditangkap pada akhir 2017 oleh otoritas Israel karena menampar seorang tentara Israel. Ia kemudian diganjar dengan hukuman penjara delapan bulan.
Salah seorang pengunjuk rasa, Allison Pierce, mengaku sangat sedih atas penderitaan warga Palestina. "Apakah Anda ingin tahu mengapa saya di sini hari ini? "Saya benar-benar terkejut dengan apa yang terjadi terhadap orang-orang Palestina," kata dia kepada Anadolu Agency.
Menurut Pierce, apa yang terjadi terhadap rakyat Palestina tidak manusiawi dan merupakan sebuah tragedi. "Saya pikir ini genosida dan pembunuhan. Itulah sebabnya saya di sini. Saya di sini untuk rakyat Palestina. Mereka adalah bangsa dan mereka harus memiliki negara mereka kembali," katanya.
Glen Oliver, pengunjuk rasa lain yang datang untuk bergabung dalam pawai dari Southampton, mengaku sangat kecewa karena komunitas internasional tidak bereaksi ketika orang-orang Palestina ditembak dengan kejam. Ia ikut unjuk rasa untuk mendukung solidaritas bersama warga Gaza yang sedang dalam pembantaian.
"Sementara seluruh dunia hanya menonton dan orang-orang ini ditembak mati dengan darah dingin dengan impunitas oleh negara teror Israel. Mereka (Israel) tampaknya melakukan apa yang mereka inginkan ketika mereka suka dan tidak ada yang mengatakan apa pun," ujarnya.
Oliver juga mengkritik sikap Pemerintah Inggris terhadap kondisi Palestina. Ia bahkan sangat menyesali sikap Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt ketika menyatakan mengutuk aksi pengeboman oleh Hamas kepada Israel tetapi tak bereaksi ketika ada puluhan warga Palestina yang terbunuh oleh Israel.
"Saya di sini hari ini untuk mengatakan akhiri pertumpahan darah di Gaza dan mari kita berdiri bersama Palestina," katanya.
Sebelumnya, Israel menembak mati seorang warga Palestina di Gaza selama aksi demonstrasi pada Jumat (10/5). Insiden ini terjadi setelah kesepakatan gencatan senjata dicapai pada Senin (6/5) untuk mengakhiri pertempuran. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, korban tewas tersebut adalah Abdullah Abed al-Al (24 tahun).
Sementara itu, 30 warga Palestina lainnya terluka oleh tembakan Israel dalam aksi demonstrasi di perbatasan. Abdullah telah dimakamkan di kampung halamannya di Rafah, Jalur Gaza selatan. Dia dilaporkan mengalami luka tembak fatal di pinggulnya oleh pasukan Israel.
Serangkaian serangan pada awal Mei yang menewaskan empat warga sipil Israel dan 25 warga Palestina, termasuk 10 gerilyawan, merupakan pertempuran terburuk sejak perang 2014 antara Israel dan penguasa Hamas Gaza. Hamas menginisiasi protes sejak Maret 2018 untuk menarik perhatian internasional pada kondisi kehidupan di wilayah tersebut.
Protes yang dimulai pada 30 Maret 2018 menuntut agar pengungsi Palestina memiliki hak untuk kembali ke rumah mereka. Rakyat Palestina yang telah terusir selama berdirinya Israel itu menuntut pencabutan lengkap blokade Gaza selama 12 tahun oleh Israel.
Demonstran kini menyerukan pawai besar-besaran pada 15 Mei untuk memperingati 71 tahun peristiwa Nakba atau Malapetaka, yaitu hari ketika ratusan ribu warga Palestina terpaksa melarikan diri karena diusir dari rumah mereka pada 1948 yang memuluskan pendirian Negara Israel.
(ap ed: satria kartika yudha)