Ahad 12 May 2019 13:03 WIB

Mimpi Trump: Agar Amerika Serikat Lebih Kaya

Perang dagang Amerika Serikat dan Cina tak lepas dari mimpi Trump agar AS lebih kaya.

Donald Trump (kanan) bersama Xi Jinping (kiri)
Foto: VOA
Donald Trump (kanan) bersama Xi Jinping (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Presiden AS Donald Trump, Jumat (10/5) waktu setempat mengatakan pembicaraan dagang antara Amerika Serikat dan Cina terus berlanjut. Walau demikian, mengenai tarif AS yang ditetapkan 25 persen untuk produk Cina masih bersifat tentatif, bergantung pada hasil kesepakatan.

Pesan Trump yang diunggah di akun Twitter memberikan sinyal ke pasar finansial bahwa meskipun ada kemunduran yang signifikan antara kedua belah pihak dalam sepekan terakhir, pembicaraan di Washington pada Kamis hingga Jumat tidak terlalu terganggu.

"Selama dua hari terakhir, Amerika Serikat dan Cina menggelar pembicaraan yang jujur dan konstruktif soal status hubungan dagang antara kedua negara," cicit Trump seraya memuji kemitraannya dengan Presiden Xi Jinping.

Trump juga mengatakan, pembicaraan akan dilanjutkan. "Sementara itu, Amerika Serikat telah memberlakukan tarif terhadap Cina, yang mungkin dicabut atau mungkin juga tidak, bergantung pada apa yang terjadi sehubungan dengan negosiasi masa depan!" kata dia.

Trump menegaskan dirinya "tidak terburu-buru" untuk menyelesaikan kesepakatan dagang dengan Cina. Trump membela keputusannya untuk menetapkan tarif tambahan senilai 200 miliar dolar AS atas produk impor Cina, yang mulai berlaku pada Jumat.

Ia juga mengatakan, tarif tersebut akan meningkatkan Amerika Serikat lebih dari kesepakatan dagang apa pun. "Tarif akan menjadikan negara kita jauh lebih kaya daripada kesepakatan tradisional fenomenal," kata Trump.

Sejumlah pejabat AS dan Cina kembali melakukan perundingan untuk hari kedua pada Jumat pagi, saat dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia berupaya merampungkan kesepakatan.

"Pembicaraan dengan Cina berlanjut dengan cara yang sangat menyenangkan--sama sekali tidak perlu terburu-buru," kata Trump. "Kami akan terus bernegosiasi dengan Cina dengan harapan bahwa mereka tidak lagi berupaya mengulangi kesepakatan".

Cina membantah mengingkari kesepakatan. Cina pun menyesalkan kenaikan tarif AS dan akan mengambil tindakan balasan dengan membatalkan perjanjian perdagangan potensial antara kedua negara.

"Saya datang ke sini kali ini, di bawah tekanan, untuk menunjukkan ketulusan hati Cina," kata Wakil Perdana Menteri Cina Liu He dikutip dari Wall Street Journal.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menyatakan, sulit untuk mengetahui kapan perang dagang berakhir sehingga kebijakan domestik yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia juga harus tepat guna mengantisipasi dan mengatasinya.

"Pada akhirnya, sebenarnya sulit untuk mengetahui kapan akhir dari perang dagang ini. Kehadiran perundingan (AS-Cina) tidak bisa dijadikan indikator akan meredanya perang dagang," kata Assyifa Szami Ilman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah antara lain dapat memberikan pelonggaran sementara atau permanen terhadap barang-barang yang masih menghadapi restriksi, seperti bea ekspor agar harga barang ekspor di pasar internasional lebih kompetitif.

Namun, perlu diingat, Indonesia perlu mendorong peningkatan nilai jual produk ekspor tersebut. Insentif bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspor produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi untuk selanjutnya dapat diberikan melalui skema keringanan kewajiban seperti keringanan pajak, baik itu bersifat temporer maupun permanen.

"Pemerintah perlu memastikan bahwa komoditas yang diekspor saat ini memiliki harga yang kompetitif di pasar internasional dan seterusnya juga secara konsisten mendorong peningkatan ekspor untuk produk dengan nilai jual yang lebih tinggi," katanya.

BACA JUGA: Jurus Cina Membalas AS

Ilman juga berpendapat bahwa semua ini dapat dicapai dengan mendukung sektor manufaktur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement