Kamis 09 May 2019 20:52 WIB

Jaksa Minta Hakim Kesampingkan Bantahan Menpora di Sidang

Menpora pernah membantah dia memerintahkan dan mengetahui penerimaan Rp 11 miliar.

Menpora Imam Nahrawi menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menpora Imam Nahrawi menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta agar majelis hakim tidak mempertimbangkan pertimbangan bantahan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam sidang. Imam sebelumnya pernah membantah dirinya memerintahkan dan mengetahui penerimaan uang senilai Rp 11,5 miliar.

"Saksi Imam Nahrawi membantah dirinya memerintahkan dan mengetahui terkait penerimaan uang tersebut. Terkait bantahan yang diberikan oleh para saksi tersebut kiranya menurut pendapat kami selaku penuntut umum haruslah dikesampingkan," kata JPU KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/5).

Baca Juga

Jaksa Ronald menyampaikan hal tersebut saat membacakan tuntutan untuk Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy yang dituntut 4 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Bendahara Umum KONI Johny E Awuy yang dituntut 2 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Di persidangan terungkap fakta Ending Fuad Hamidy disarankan oleh Deputi IV Kemenpora Mulyana dan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo untuk berkoordinasi dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrowi terkait jumlah komitmen fee' yang harus diberikan oleh KONI Pusat kepada pihak Kemenpora RI agar bantuan dana hibah dari Kemenpora RI kepada KONI segera dicairkan," tambah jaksa.

Setelah Ending Fuad Hamidy berkoordinasi dengan Miftahul Ulum, disepakati besaran komitmen fee kepada pihak Kemenpora RI kurang lebih sebesar 15-19 persen dari total bantuan dana hibah yang diterima KONI. "Sebagai realisasi fee, maka Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy secara bertahap menyerahkan sejumlah uang yagn seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar yang diberikan Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy kepada Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora ataupun melalui Arief Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," tambah jaksa.

Tahapan pemberian itu adalah pertama, pada Maret 2018 Ending Fuad Hamidy menyerahkan uang sejumlah Rp 2 miliar kepada Miftahul Ulum di gedung KONI Pusat lantai 12. Kedua, pada Februari 2018 Ending menyerahkan uang Sejumlah Rp 500 juta kepada Miftahul Ulum di ruang kerja Ending di lantai 12 KONI Pusat.

Tahap ketiga, pada Juni 2018 Johny E Awuy menyerahkan uang sejumlah Rp 3 miliar kepada suruhan Miftahul Ulum yaitu Arief Susanto selaku staf protokoler Kemenpora Ri di lantai 12 gedung KONI Pusat. Keempat, Mei 2018, Ending Fuad Hamidy menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Miftahul Ulum di ruang Ending Fuad Hamidy di lantai 12 gedung KONI Pusat.

Kelima, sebelum lebaran 2018, Ending memberikan uang sejumlah Rp 3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Miftahul Ulum di lapangan tenis Kemenpora. Uang itu ditukarkan Johny atas perintah Ending sekitar beberapa hari sebelum lebaran

"Namun di depan persidangan saksi Miftahul Ulum dan saksi Arief Susanto memberikan bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke kantor KONI Pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang sejumlah total Rp 11,5 miliar sebagaimana keterangan Ending Fuad Hamidy, Eni Purnawati, supir Ending yaitu Atam yang diperkuat oleh pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen fee secara bertahap yang diterima oleh Mihtahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora RI yang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 miliar haruslah dikesampingkan," tegas jaksa Ronald.

Menpora Imam Nahrawi pada Senin (29/4) malam menjadi saksi untuk terdakwa Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy. Dalam sidang itu, Imam sempat dicecar oleh majelis hakim terkait asisten pribadinya, Miftahul Umum yang adalah mantan sopirnya selama di Jawa Timur.

"Ulum itu awalnya sopirnya Khoirudin tapi karena saya ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB, jadi saya suka dipinjamkan," kata Imam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Jadi Ulum ini tangan kanan saudara ya? Jadi aspri orang kepercayaan? Lantas tanggung jawab Ulum ke siapa?" tanya ketua majelis hakim Rustiono.

"Langsung ke saya," jawab Imam.

"Saksi sebelumnya mengatakan uang Rp 3 miliar pernah diterima saudara Ulum, walau Ulum membantahnya tapi saksi mengatakan sudah menyerahkan lewat suruhan Ulum bernama Arif yaitu protokol saudara, saya tanya Rp 3 miliar ke mana? Ternyata belum disita bukan diberikan ke saudara?" tanya hakim Rustiono.

"Tidak," jawab Imam.

"Mendengar Ulum dapat Rp 3 miliar bagaimana perasaan saudara?" tanya hakim Rusitono.

"Saya tidak tahu, saya tidak percaya," jawab Imam.

"Kok tidak kaget? Biasa-biasa saja padahal sopirnya dapat Rp 3 miliar kok tidak kaget. Kalau saya sudah lompat karena sampai pensiun juga tidak dapat Rp 3 miliar, " tanya hakim Rustiono.

"Saya juga kaget tapi saya tidak tahu," jawab Imam.

"Sekarang Ulum masih aktif?" tanya hakim Rusitono.

"Tidak aktif tapi masih di kantor," jawab Imam.

"Sampai sekarang Rp 3 miliar tidak diketahui sedangkan Ulum sendiri bertanggung jawab ke saudara ?" tanya hakim Rustiono.

"Itu hanya urusan tugas-tugas yang mulia," jawab Imam.

"Saksi lain juga mengatakan Ulum ditakuti, Mulyana saja takut sama Ulum, lebih takut dari kata-kata Ulum karena Ulum kepanjangan tangan saudara tahu?" tanya hakim Rustiono.

"Tidak tahu," jawab Imam.

"Pernah mendengar setiap proposal yang diajukan KONI selalu ada dana permintaan Kemenpora sebagai fee? Saudara sudah disumpah dan sumpah lebih berat dari apa pun," cecar hakim Rustiono.

"Betul, saya tidak pernah mendengar dan Ulum tidak pernah cerita," jawab Imam

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement