Kamis 09 May 2019 12:26 WIB

Pemindahan Ibu Kota Sudah Masuk RPJMN 2020-2024

Biaya pemindahan ibu kota negara diperkirakan membutuhkan biaya Rp 446 triliun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Pemindahan Ibu Kota Negara
Foto: mgrol101
Ilustrasi Pemindahan Ibu Kota Negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memastikan, rencana pemindahan ibu kota menjadi prioritas pemerintah. Hal ini terbukti dari masuknya rencana tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tapi, Bambang menjelaskan, pemerintah belum menetapkan tahun pelaksanaan rencana tersebut akan dimulai. Apabila sudah jelas, pemerintah baru akan melakukan penyesuaian dengan memasukkan rencana pemindahan ibu kota ke Rencana Kerja Pemerintah pada tahun bersangkutan. "Tapi, sudah masuk untuk RPJMN lima tahun ke depan," tuturnya dalam acara Forum Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Kamis (9/5).

Baca Juga

Bambang menambahkan, permasalahan ibu kota baru sudah menjadi rencana bagian jangka panjang pemerintah dengan estimasi biaya sekitar Rp 446 triliun. Tujuan utamanya, mengurangi beban Jakarta dan menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis serta ekonomi berskala regional Asia Tenggara dan internasional.

Di sisi lain, Bambang menjelaskan, upaya pemindahan ibu kota juga memberikan kesempatan di luar daerah dan pulau Jawa untuk berkembang. Dengan begitu, kesenjangan kesejahteraan masyarakat Jawa dengan luar Jawa dapat dikurangi.

Bambang menuturkan, keputusan pemindahan ibu kota bukan tanpa alasan. Pemerintah sudah belajar dari keberhasilan dan kegagalan selama Jakarta menjadi ibu kota dari Indonesia. "Proses pemindahan ini menekan manfaat dan sosial," ujarnya.

Dalam rencana pemindahan ibu kota negara, pemerintah memiliki tiga opsi. Pertama, menetapkan distrik pemerintahan tetap di Jakarta dan kawasan khusus pemerintahan di sekitar Istana Negara, jakarta. Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah dekat Jakarta dengan jarak 50 sampai 70 kilometer.

Opsi ketiga, memindahkan ibu kota ke luar Jawa. Pilihan ini pernah dilakukan sejumlah negara seperti Brazil, Korea, Australia dan Amerika Serikat. Dalam Rapat Terbatas Kabinet yang dilakukan pada Senin (29/4), Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melakukan opsi ketiga.

Bambang menjelaskan, pemindahan ibu kota harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Di antaranya, jumlah penduduk Jakarta yang sudah terlalu padat. Dari data Bappenas, penduduk dengan KTP Jakarta mencapai 10,2 juta orang.

Dengan jumlah tersebut, Bambang menilai, banyak memicu permasalahan. Misalnya, rasio jalan yang terbatas, yakni 6,2 persen dari luas wilayah. "Idealnya, butuh 15 persen dari luas wilayah," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Salah satu kriteria ibu kota baru adalah harus memiliki lokasi strategis. Artinya, secara geografis, berada di tengah wilayah Indonesia. Di daerah itu juga tersedia lahan luas milik pemerintah atau BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya investasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement