Rabu 08 May 2019 01:38 WIB

PKS Nilai Pemerintah belum Optimal Beri Stimulus Ekonomi

Perekonomian lebih banyak digerakkan sektor konsumsi rumah tangga.

Rep: Ali Mansur/ Red: Hasanul Rizqa
Handi Risza Sekretaris Bidang Ekuinteklh DPP PKS (Tengah)
Foto: dok. PKS
Handi Risza Sekretaris Bidang Ekuinteklh DPP PKS (Tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju perekonomian nasional terus menjadi sorotan menyusul rilis terkini Badan Pusat Statistik (BPS). Badan tersebut mengungkapkan, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,07 persen secara tahunan (yoy) di kuartal I-2019.

Menurut sekretaris bidang Ekuintek-LH Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Handi Risza, dalam tiga bulan terakhir perekonomian Indonesia dapat dianggap mengalami stagnasi pertumbuhan. Malahan, tren ini dinilainya akan terus berlanjut.

Baca Juga

"Tercatat selama tiga bulan pertama tahun 2019, ekonomi Indonesia tumbuh negatif sebesar -0,52 persen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan negatif yang terjadi hampir di seluruh komponen PDB pengeluaran," kata Handi Risza dalam kepada Republika.co.id, Selasa (7/5).

Dia melanjutkan, tren penurunan tercermin dari sisi produksi perekonomian nasional yang mengalami kontraksi. Fenomena ini merata di banyak lapangan usaha, antara lain, konstruksi, pertambangan, penggalian, transportasi, dan pergudangan.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, terjadi kontraksi beberapa komponen pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, dan ekspor. Dengan kata lain, menurut dia, pemerintah sampai kini belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

"Harusnya setiap kebijakan ekonomi Pemerintah akan memberikan stimulus bagi perekonomian, tidak boleh terhalang oleh kondisi apa pun," ujarnya.

Sejak Januari hingga Maret tahun ini, papar Handi, tidak tampak adanya ekspansi ekonomi nasional dalam bidang usaha tertentu. Perekonomian lebih banyak digerakkan sektor konsumsi rumah tangga.

Belanja Pemilu 2019 telah mendorong konsumsi rumah tangga untuk tumbuh. Namun, para investor masih menahan diri sampai hasil pemilu, khususnya Pilpres, menemui kepastian.

"Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 2,75 persen sedangkan investasi hanya tumbuh sebesar 1,65 persen. Adapun ekspor dan impor belum menunjukkan kinerja yang membaik, bahkan mengalami kontraksi sebesar -0,46 dan -1,62," terangnya.

Jalan Terjal ke Depan

Adapun agenda pemerataan perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan I-2019, masih menjadi wacana yang belum terealisasi. Maka dari itu, menurut Handi, kini perekonomian nasional masih didominasi Pulau Jawa. Sebab, itulah daerah yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 59,03 persen.

Kemudian, diikuti Pulau Sumatera sebesar 21,36 persen. Adapun untuk daerah-daerah lain di luar Jawa dan Sumatera, kontribusi PDB hanya mencapai 19,61 persen.

Hal ini menunjukkan perekonomian masih terkonsentrasi di dua pulau besar itu, alih-alih pemerataan. "Dalam 4,5 tahun pemerintah belum berhasil menciptakan daerah pertumbuhan baru di luar Jawa dan Sumatera," katanya.

Dengan demikian, sambung Handi, selama tiga bulan pertama ditahun 2019, belum banyak perubahan yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam sektor ekonomi nasional.

"Pertumbuhan ekonomi yang ada belum cukup kuat untuk mendorong perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Perekonomian Indonesia masih akan menghadapi jalan terjal dalam satu tahun ke depan," tutup Handi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement