Rabu 08 May 2019 08:07 WIB

Mencermati Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2019

Pertumbuhan ekonomi kuartal I lebih baik dibandingkan tahun lalu periode yang sama.

Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja beraktivitas pada proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (12/3).
Foto: Republika/Prayogi
Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja beraktivitas pada proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (6/6), mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini mencapai 5,07 persen. Dibandingkan tiga bulan pertama tahun lalu, terjadi sedikit kenaikan pertumbuhan ekonomi kuartal 2018 yang sebesar 5,06 persen. Sedangkan pada kuartal pertama 2017 adalah 5,01 persen dan 4,94 persen pada 2016.

Secara kasat mata kita memang melihat adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama sejak 2016. Itulah mengapa staf khusus presiden bidang ekonomi mengklaim kenaikan tersebut mestinya diapresiasi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi global saat ini masih didera ketidakpastian dan berada pada kisaran di bawah lima persen.

Walau demikian, bila kita coba mencermati lebih mendalam sesungguhnya pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2019 meninggalkan pertanyaan yang cukup besar. Meski hampir setiap kuartal pertama pertumbuhan ekonomi nasional selalu berada di kisaran 5,0 persen, banyak pihak yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi tiga bulan pertama tahun ini akan berada di kisaran 5,2 persen.

Target tersebut sesungguhnya wajar-wajar saja. Sebab, pada kuartal pertama 2019 ini ada hajatan politik berupa pemilihan presiden dan legislatif. Ada dana kegiatan pemilu yang mencapai Rp 33,73 triliun dan bantuan Program Keluarga Harapan senilai Rp 38 triliun yang seharusnya dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dan pada akhirnya mengerek pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.

Apalagi pada kuartal pertama tahun 2014 saat digelar pemilu yang tidak berbeda dengan tahun ini, pertumbuhan ekonomi mampu bertengger di angka 5,21 persen.

Ketika pertumbuhan ekonomi tiga bulan pertama 2019 tak dapat menyentuh angka 5,2 persen sesungguhnya apa yang terjadi? Tentu banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

Ekspor kita yang masih minus cukup memengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal satu 2019. Apalagi, pertumbuhan investasi pada 2019 hanya 5,03 persen, jauh dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 7,94 persen.

Rendahnya pertumbuhan investasi sesungguhnya masuk akal. Sebab, para investor menunggu hasil pemilu presiden. Itulah mengapa mereka menahan dananya ditanamkan di Indonesia sampai rangkaian pilpres berakhir dan sudah diketahui siapa yang menang.

Faktor lainnya yang juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2019 adalah terjadi kontraksi pada kelompok transportasi udara sebesar 10,1 persen, akibat kenaikan tiket pesawat yang cukup membebani masyarakat sejak akhir tahun lalu. Padahal, kuartal pertama tahun 2018 sektor ini masih tumbuh 9,4 persen.

Pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5,2 persen sampai akhir tahun. Di samping itu, pilihan pemerintah tetap mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen masih wajar meski harus melakukan berbagai terobosan untuk mewujudkannya.

Selain terus mencari pasar ekspor baru bagi produk-produk Indonesia, pemerintah harus melakukan terobosan agar investor berbondong-bondong kembali masuk ke Indonesia. Bila pada kuartal pertama banyak investor yang wait and see untuk melihat siapa presiden baru yang terpilih, tapi setelah pemilu selesai, seharusnya mereka tak perlu menunggu lagi.

Apabila kita mengacu pada hasil hitung cepat, kemungkinan besar Presiden Joko Widodo akan kembali menduduki kursi orang nomor satu di Indonesia. Para investor seharusnya tidak perlu ragu-ragu karena secara umum kebijakan pemerintah Joko Widodo sudah bisa dibaca dalam lima tahun pemerintahan sebelumnya. Sekarang bagaimana para elite pemerintahan di sektor penanaman modal mampu menggaet para calon investor untuk kembali masuk.

Faktor yang tak kalah pentingnya meningkatkan belanja masyarakat. Penduduk kita yang di atas 200 juta jiwa seharusnya mampu menjadi modal untuk menggerakkan roda ekonomi. Walaupun demikian, pemerintah harus membuat kondisi yang membuat konsumsi di dalam negeri juga naik.

Salah satu contohnya pada kelompok transportasi udara yang saat ini mengalami penurunan. Pemerintah harus membuat keseimbangan antara harga tiket yang terjangkau dan dunia usaha penerbangan juga mampu memetik keuntungan. Peran pemerintah di sini menjadi sangat penting.

(TAJUK Republika Koran Hari Ini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement