REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Wiranto membentuk Tim Hukum Nasional mendapatkan kritik banyak pihak, termasuk aktivis penggiat HAM dan Demokrasi. Presiden Jokowi pun diminta untuk menegur Wiranto yang dianggap terlalu mengada-ngada, dengan membentuk tim yang bertujuan mengkaji pemikiran tokoh yang diduga mencerca dan memaki Presiden.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai sangat tidak pas usulan Wiranto tersebut dalam iklim demokrasi. Menurutnya, apabila tim itu benar-benar dibentuk dan diarahkan untuk meredam suara-suara kritis yang sah, maka konsekuensinya jumlah orang yang dituntut secara kriminal dari tahun ke tahun bisa meroket di negara ini.
"Karenanya, Presiden perlu menegur Menkopolhukam dan segera menegaskan bahwa pembentukan tim itu tidak diperlukan," katanya kepada wartawan, Selasa (7/5).
Mantan Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini mengingatkan, pemerintah Indonesia tidak boleh menggunakan tindakan keras terhadap pihak-pihak yang berseberangan. Pemerintah seharusnya membiarkan seseorang baik warga biasa, aktivis maupun tokoh oposisi untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang pemerintah atau tentang lembaga negara.
"Kecuali terhadap hasutan-hasutan untuk berbuat kekerasan maupun ujaran kebencian dengan memanipulasi identitas agama, suku, ras dan asal-usul kebangsaan," katanya.
Untuk urusan hal terakhir ini, Usman menilai hukum internasional tentang HAM memang mewajibkan pemerintah untuk melarangnya. Karena itu, tim yang diusulkan Menkopolhukam Wiranto tersebut menurutnya di luar dari aturan hukum internasional tentang HAM dan tidak sesuai dengan prinsip HAM dan Demokrasi.
Pemerintah akan membentuk Tim Hukum Nasional untuk merespons tindakan, ucapan, maupun pemikiran tokoh yang mengarah ke perbuatan melawan hukum. Antara lain tokoh yang kerap memaki dan mencerca Presiden.
"Kita membentuk Tim Hukum Nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Wiranto, Senin (6/5).
Mantan Panglima ABRI itu menjelaskan, tim tersebut terdiri dari pakar hukum tata negara dan para profesor serta doktor dari berbagai universitas. Ia mengaku telah mengundang dan mengajak mereka bicara terkait pembentukan tim tersebut.
"Tidak bisa dibiarkan rongrongan terhadap negara yang sedang sah, bahkan cercaan, makian, terhadap presiden yang masih sah sampai nanti bulan Oktober tahun ini masih menjadi Presiden. Itu sudah ada hukumnya, ada sanksinya," tutur dia.