REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menggubris rencana tersangka Bowo Sidik Pangarso untuk mengubah keterangannya terkait penyebutan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. KPK tetap mengusut semua pihak yang diduga terlibat kasus dugaan suap pengangkutan distribusi pupuk dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Bowo.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, keterangan Bowo sebagai tersangka hanya satu alat bukti dari sekian banyak bukti yang dimiliki penyidik. Karena itu, KPK tidak akan terpengaruh dengan rencana revisi atau bahkan pencabutan keterangan yang akan dilakukan anggota Komisi VI DPR tersebut.
“Selama ada buktinya itu kita akan jalan terus,” kata Syarief di gedung KPK, Jumat (3/5).
Menurut dia, bila ada inkonsistensi dalam keterangan tersangka, akan ada mekanismenya sendiri. Syarief secara tersirat mengingatkan kepada siapa pun untuk tidak memengaruhi tersangka atau saksi untuk berbuat melawan hukum. Perbuatan tersebut, kata Syarief, memiliki konsekuensi hukum.
“Jadi, kasus sebelumnya kita pernah lihat lawyer menghalang-halangi, itu seharusnya memberikan nasihat hukum, tetapi dia memengaruhi atau memberikan nasihat yang bertentangan dengan hukum. Bisa juga seperti itu, kita lihat saja,” ujar dia.
Syarief menambahkan, penggeledahan yang dilakukan penyidik di kantor Kemendag dan kediaman pribadi Mendag Enggar telah sesuai prosedur. Penyidik pasti memiliki landasan kuat untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan. Barang bukti yang disita di kantor Kemendag juga pasti terkait dengan perkara yang sedang disidik.
Kepada penyidik saat diperiksa beberapa waktu lalu, Bowo menyebut menerima uang Rp 2 miliar dari Mendag Enggar untuk mengamankan Permendag Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas yang akan berlaku akhir Juni 2017.
Saat itu, Bowo merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara. Enggar diduga meminta Bowo mengamankan permendag itu karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung awal Juni 2017.
Dewan beranggapan gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tak seharusnya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta. Kepada penyidik, Bowo mengatakan, pada masa istirahat rapat dengar pendapat, Enggar menghampirinya lalu mengatakan bahwa nanti akan ada yang menghubunginya.
Beberapa pekan kemudian, orang kepercayaan Enggar menghubungi Bowo mengajak bertemu di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, pada pertengahan Juni 2017. Saat itulah, Bowo diduga menerima uang Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura.
Pada Jumat (3/5) pagi, Sahala Pandjaitan menyambangi gedung KPK dan menyatakan sebagai kuasa hukum Bowo yang baru. Dalam kesempatan itu, Sahala menyampaikan bahwa kliennya akan mengubah atau merevisi beberapa keterangan terkait Mendag Enggar dan juga Direktur Utama (Dirut) PT PLN nonaktif Sofyan Basir. Namun, ia belum bisa menjelaskan lebih lanjut alasan perubahan keterangan dari Bowo tersebut.
“Kami belum bisa menerangkan sekarang karena kami belum secara langsung bicara dengan Pak Bowo. Baru rencana belum terjadi (perubahan keterangan), makanya kami belum bisa berbicara lebih jauh lagi,” kata dia.
Ketika ditanya apakah ada tekanan soal perubahan keterangan itu, Sahala membantah. “Hanya mungkin waktu kemarin ada miss komunikasi saja,” ujar Sahala.