REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia mulai menyusun Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) untuk tahun 2019-2028. SRAK tersebut diharapkan bisa cepat disahkan.
"Kami berharap segera disahkan agar bisa diimplementasikan untuk pelestarian harimau sumatera," kata Kepala Subdit Pengawetan Jenis pada Ditjen KSDAE KLHK, Puja Utama di Jambi, Jumat.
Dalam penyusunan SRAK harimau sumatera, diskusi publik pertama telah digelar di Provinsi Jambi. Sejumlah perwakilan pemerintah daerah di wilayah Sumbagsel, kalangan NGO, perguruan tinggi, dan pihak swasta turut serta dalam diskusi tersebut.
Puja mengatakan, kegiatan penyusunan SRAK harimau sumatera itu dilakukan untuk memverifikasi rencana yang disusun. Dengan begitu, rencana aksi konservasi harimau sumatera itu nantinya tidak hanya dokumen di pemerintah pusat.
"Jadi yang perlu diperhatikan itu harus memastikan antara kepentingan harimau dan kepentingan manusia sehingga program di daerah bisa disinkronkan dengan kegiatan konservasi harimau sumatera," kata Puja.
SRAK harimau sumatera tahun 2019-2028 merupakan perbaikan dari SRAK yang telah diimplementasikan pada tahun 2007-2017. Pembahasan masih akan digelar dua kali lagi.
"Rencananya, pembahasan akan digelar di Sumatra Utara dan Sumatra Barat," katanya.
Sebelumnya, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra mengatakan, sekitar 61,34 persen jalur jelajah harimau sumatera berada di luar kawasan konservasi. Ia menyatakan, untuk upaya konservasi harimau sumatera dan satwa, pihaknya akan berada di belakang pemerintah untuk mendorong perlindungan dan pelestariannya.
Harimau sumatera kondisinya saat ini semakin terancam, baik oleh perburuan maupun kehilangan habitat akibat konservasi kawasan hutan menjadi perkebunan, permukiman dan kegiatan pembangunan lainnya. Ancaman kepunahan harimau sumatera diakibatkan tingginya laju deforestasi, perburuan, perdagangan, serta konflik.
Dalam tiga tahun terakhir sebanyak 48 orang telah dihukum terkait dengan perdagangan satwa berjuluk raja rimba itu. Kemudian ditemukan 810 jerat dengan total jarak patroli sejauh 12.038 kilometer serta terdapat 87 kasus konflik antara manusia dengan Harimau Sumatera.
Sementara itu, perhitungan estimasi populasi Harimau Sumatera dengan pemodelan Population Viability Analysis (PVA) dan diperkirakan tersisa sebanyak 600 ekor harimau sumatera di 23 lanskap di Sumatera.
Harimau sumatera termasuk satwa terancam punah (critically endangered). Ia ada di dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi dunia (IUCN).
Sedangkan menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang merupakan konvensi tentang perdagangan satwa dan tumbuhan, perdagangan dan perburuan satwa harimau sumatera adalah aktivitas yang dilarang.