REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data hingga Kamis (2/5) pukul 20.00 WIB, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang wafat atau meninggal dunia mencapai 412 orang dan sakit 3.658 orang. Menurut Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, faktor kelelahan jarang mengakibatkan kematian.
"Sebenarnya kelelahan jarang yang sampai mengakibatkan kematian, kecuali bersinggungan dengan faktor fisik yang sudah akut," kata Tim Mitigasi Kesehatan Bencana Pemilu 2019 dari MER-C, Psikolog Agus Sudarmadji kepada Republika di Gedung MER-C, Jumat (3/5).
Agus yang juga pakar psikologi mengatakan, kasus banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit sangat menarik sekali. Tapi MER-C tidak akan berspekulasi sebelum mengambil data yang akurat.
Ia menegaskan, banyaknya petugas KPPS yang meninggal merupakan fenomena yang luar biasa. Kejadian tersebut tidak boleh dilewatkan begitu saja. Menurutnya masyarakat harus bertanya mengapa petugas KPPS banyak yang meninggal dunia.
"Tugas kita adalah membuka mata masyarakat seluas-luasanya supaya bertanya mengembangkan daya kritis, apa yang terjadi, orang yang paling depan dalam proses demokrasi ini tiba-tiba meninggal," ujarnya.
Menyikapi bencana kemanusiaan pascapemilu 2019, maka MER-C sebagai salah satu elemen bangsa dan sebagai lembaga sosial kebencanaan akan melakukan dua hal. Pertama, MER-C akan membentuk Tim Mitigasi Kesehatan Bencana Pemilu 2019. Tim akan terdiri atas dokter-dokter dengan berbagai keahlian yaitu dokter spesialis penyakit dalam, kardiologi, rehabilitasi medik, kedokteran kerja, neurologi, forensik dan psikolog.
Kedua, MER-C akan membuka call center Tim Bantuan Penanganan Medis Petugas Pemilu 2019 untuk area Jabodetabek. "Tim akan bekerja bersama-sama, akan ada //hotline service 24 jam untuk menerima pengaduan dari masyarakat, untuk petugas KPPS yang sakit dan membutuhkan penanganan yang intensif," kata Agus.