REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan perombakan kabinet atau reshuffle akan dilakukan setelah ada perubahan status dari para menteri. Perubahan status yang dimaksud yakni jika terdapat menteri yang berpotensi terjerat kasus hukum seperti halnya kasus Idrus Marham, mantan Menteri Sosial.
"Kan belum, ya kerja saja. Nanti kalau situasinya berubah ya akan berubah, kan begitu," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (3/5).
Ia menjelaskan salah satu yang menjadi pertimbangan dilakukannya perombakan kabinet yaitu status hukum yang ditetapkan terhadap menteri kabinet kerja. Namun, selama status hukum masih belum jelas, maka Presiden menekankan agar para menteri meningkatkan kinerjanya.
"Ya, status itu yang nanti akan menentukan. Sepanjang belum ada status kan jalan. Presiden selalu menekankan dengan sisa waktu yang ada supaya ngebut, bekerja dengan baik," ucap dia.
Kendati demikian, Moeldoko menegaskan rencana perombakan kabinet saat ini belum menjadi agenda Presiden. Jokowi, kata dia, hanya menekankan agar para menterinya bekerja keras selama sisa waktu pemerintahan ini. "Yang jelas belum dibicarakan, maksudnya belum jadi agenda presiden. Jadi masih dilihatlah itu situasinya. Belum diutamakanlah," kata dia.
Saat ini ada tiga menteri yang dikait-kaitkan dengan persoalan hukum. Pertama yakni Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin terkait dengan kasus yang menjerat mantan ketum PPP Romahurmzy (Romi). Kedua Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang disebut dalam kasus Bowo Sidik Pangarso dan terakhir Menpora Imam Nahrawi.