Jumat 03 May 2019 08:03 WIB

Cara Baru Pemerintah Cina Awasi Muslim Uighur

Pemerintah Cina mengawasi dengan ketat 36 kategori perilaku Muslim Uighur.

Rep: Lintar Satria/ Red: Elba Damhuri
Sebuah pengumuman menunjukan gambar anggota keluarga Uighur yang hilang di Cina.
Foto:
Rehagul, perempuan Uighur di pusat vokasi kashgar.

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Kepolisian Cina menggunakan aplikasi telepon pintar untuk mengumpulkan data 13 juta warga minoritas Uighur dan Muslim Turki lainnya di Provinsi Xinjiang. Organisasi kemanusiaan Human Rights Watch (HRW) mengatakan, aplikasi tersebut dikenal sebagai Integrated Joint Operations Platform (IJOP).

Aplikasi itu mengumpulkan informasi tinggi dan berat badan untuk disesuaikan dengan teknologi pengenalan wajah. Laporan yang dirilis HRW itu menyebutkan pihak berwenang Xinjiang mengawasi dengan ketat 36 kategori perilaku.

Kategori-kategori tersebut antara lain sosialisasi antartetangga, menolak menggunakan pintu depan, dan tidak menggunakan telepon pintar. Menyumbang ke masjid dengan 'semangat' dan menggunakan listrik secara 'tidak normal' juga termasuk ke dalam kategori perilaku yang diawasi.

"Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pola dan memprediksi, kehidupan sehari-hari dan perlawanan dari populasi ini dan pada akhirnya untuk merekayasa dan mengkontrol realitas," kata HRW dalam laporan itu seperti dilansir Aljazirah, Kamis (2/5).

HRW bekerja sama dengan perusahaan keamanan siber Jerman Cure53 untuk melakukan rekayasa terbalik aplikasi tersebut. Agar dapat menyediakan 'jendela yang tidak pernah dilakukan sebelumnya kepada pengawasan massal yang bekerja di Xinjiang'.

Aplikasi tersebut tidak hanya memberikan informasi pribadi kepada pejabat pemerintah, tapi juga memberikan laporan tentang orang, kendaraan, dan event yang mereka curigai. Lalu polisi menindaklanjuti informasi-informasi tersebut dengan penyelidikan.

Petugas keamanan juga diminta untuk memeriksa apakah orang-orang yang mencurigakan menggunakan 51 perangkat lunak internet yang dilarang. Termasuk aplikasi layanan kirim pesan yang terkenal di luar Cina, seperti Whatsapp, Line, dan Telegram.

HRW juga menyebutkan ada beberapa orang yang mengaku anggota keluarganya ditangkap karena memiliki Whatsapp atau memasang virtual private network (VPN) di telepon pintar mereka.

Cina meningkatkan cengkeraman mereka di Xinjiang setelah serangkaian serangan pisau dan kerusuhan etnis yang terjadi 10 tahun terakhir. Masyarakat internasional sudah mengecam kebijakan keras Pemerintah Cina di wilayah paling utara negara itu. Ada sekitar 1 juta warga Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp penahanan.

Cina mengklaim kamp itu sebagai program vokasi. Namun, selain ditahan banyak warga Uighur yang juga dipaksa untuk menjadi tuan rumah petugas pemerintah yang mengawasi mereka di rumah mereka sendiri.

"Beijing telah mengumpulkan contoh DNA, sidik jari, selaput pelangi mata, dan golongan darah semua warga yang berusia antara 12 sampai 65 tahun," kata HRW.

Pemerintah Cina juga telah mengumpulkan sampel suara warga Uighur. Peneliti senior Cina HRW Maya Wang mengatakan, aplikasi ini menunjukkan polisi Xinjiang menggunakan cara yang ilegal dalam mengumpulkan informasi untuk menelusuri perilaku warga Uighur.

"Sistem petunjuk ini memberikan petunjuk mikro kepada pihak berwenang, mendorong penyelidikan, yang akan diikuti penyelidikan terhadap mereka yang ditahan di kamp reedukasi politik di Xinjiang," kata Wang, dikutip ABC News.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement