REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat khususnya umat Islam di Indonesia tetap menjaga persatuan dan kondusifitas pascapemilu. Sebab sudah saatnya semua pihak berkomitmen menjaga konsesus kebangsaan pascapemilu, serta menghormati lembaga negara yang diberi amanah untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya dengan baik.
"Jangan diganggu dan didelegitimasi," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan pers usai rapat Komisi Fatwa MUI, Kamis (2/5). Rapat Komisi Fatwa MUI itu membahas masalah kemasyarakatan setelah berlangsungnya Pemilu 17 April 2019.
Dijelaskan Asrorun, imbauan Komisi Fatwa MUI ini menyikapi perkembangan sosial kemasyarakatan, di mana setelah pemilu, gesekan politik tak kunjung menurun. "Pentingnya seluruh elemen bangsa, lebih khusus umat Islam untuk menjaga kondusifitas kehidupan berbangsa dan bernegara, senantiasa memelihara ukhuwah dan persaudaraan, serta menghindari rasa saling curiga," imbuh Asrorun.
Komisi Fatwa MUI, kata dia, juga menyerukan untuk menghormati lembaga negara yang diberikan tugas dan kewenangan oleh konstitusi. "Mempercayakan kepada lembaga yang memiliki kewenangan dan kompetensi untuk menjalankan tugas secara baik terkait dengan proses pemilu hingga tuntas. Jangan saling curiga serta menyebarkan informasi yang menyebabkan terjadinya keresahan di masyarakat. Jangan membangun opini menyesatkan yang melemahkan fungsi negara," katanya menambahkan.
Kalau ada masukan, ketidakpuasan, kritik, atau protes, sampaikan dengan cara yang baik sesuai mekanisme yang dibenarkan. "Tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik, dan dampak yang ditimbulkan juga baik," terangnya.
Pada saat yang sama MUI juga menghimbaui agar aparatur negara bekerja dengan penuh dedikasi, amanah, untuk kemaslahatan bangsa. Selain itu, sambungnya, Komisi Fatwa MUI juga meminta masyarakat untuk menjadikan hasil-hasil ijtima ulama Komisi Fatwa MUI sebagai pedoman, menyelesaikan masalah strategis kebangsaan.
Terkait dengan masalah strategis kebangsaan, Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI telah menghasilkan beberapa fatwa yang dapat dijadikan pedoman. Khususnya dalam kehidupan berbangsa, di antaranya tentang fatwa Peneguhan Bentuk dan Eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (2006), kemudian fatwa tentang Prinsip-prinsip ajaran Islam tentang hubungan antarumat beragama dalam bingkai NKRI (2009).
Kemudian fatwa tentang Prinsip-Prinsip Pemerintahan yang Baik Menurut Islam (Mabâdi’ al-Hukûmah al-Fâdhilah) (2012), serta fatwa terkait Kriteria Ketaaan kepada ulil amri (pemerintah) dan Batasannya (2018). Termasuk fatwa MUI tentang Menjaga Eksistensi NKRI dan Kewajiban Bela Negara (2018).
Asrorun Niam mengungkapkan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI dilaksanakan rutin setiap tiga tahun, sejak 2003. Forum ijtima ulama komisi fatwa diikuti oleh seluruh pimpinan komisi fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam tingkat pusat, pimpinan pondok pesantren, pimpinan fakultas syariah PTAI, serta individu yang memiliki kompetensi di bidang hukum Islam. Lingkup pembahasan dalam forum Ijtima Ulama adalah masalah-masalah keagamaan kontemporer untuk jadi panduan dan pegangan umat dan pemerintah, baik terkait dengan masalah strategis kebangsaan (masail asaiyyah wathaniyyah), masalah fikih kontemporer (masail fiqhiyyah muashirah), maupun masalah hukum dan perundang2an (masail qanuniyah).