Kamis 02 May 2019 15:53 WIB

Istana Respons Permintaan Habib Rizieq

Rizieq beranggapan bahwa real count tersebut mampu membangun opini yang salah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Kepala Staff Presiden Moeldoko
Foto: Republika/ Wihdan
Kepala Staff Presiden Moeldoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Presiden merespons permintaan Habib Rizieq Shihab melalui Ijtima III yang ingin Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghilangkan real count. Melalui ijtima pada Rabu (1/5) kemarin, Rizieq beranggapan bahwa real count tersebut mampu membangun opini yang salah di masyarakat.

Kepala Staf Presiden, Moeldoko, menyebutkan bahwa pada prinsipnya pemilihan umum (pemilu) dijalankan berdasarkan konstitusi, termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan real count. Moeldoko malah meminta kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah untuk tidak membuat pernyataan yang justru membingungkan rakyat.

"Ikuti semua ketentuan konstitusi. UU pemilu dilahirkan oleh semua partai politik, masa sekarang udah dijalankan baru ribut, ini gak fair dong," kata Moeldoko.

Mengenai munculnya berbagai kekurangan dalam pemilu, Moeldoko mengakuinya. Ia pun menegaskan bahwa kekurangan dan masukan akan menjadi tanggung jawab pemerintah. "Bukan terus meniscayakan pekerjaan pekerjaan KPU dan Bawaslu," katanya.

Sebelumnya, Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional 3 telah memutuskan lima rekomendasi. Di antaranya, pertama, Ijtima Ulama menyimpulkan bahwa telah terjadi kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019.

Kedua, mendorong dan meminta kepada Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal, prosedural tentang terjadinya berbagai kecurangan dan kejahatan, terstruktur sistematis dan masif dalam proses pemilihan presiden 2019. Ketiga, mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan membatalkan, atau mendiskualifikasi paslon capres-cawapres 01.

Keempat, mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum secara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan kejahatan serta ketidakadilan termasuk perjuangan pembatalan atau diskualifikasi paslon capres-cawapres 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam Pilpres 2019.

Kelima, bahwa memutuskan melawan kecurangan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amal ma'ruf nahi munkar, konstitusional dan sah secara hukum dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement