REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan pihaknya terus berupaya mengatasi potensi-potensi berbahaya seperti radikalisme dan kekerasan di sekolah. Meskipun demikian, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, kejadian seperti perundungan murid pada guru ataupun kekerasan di sekolah tidaklah signifikan.
"Sebetulnya kalau dilihat dari total populasi siswa kejadian itu tidak terlalu signifikan karena kita punya 46 juta siswa kalau ditambah PAUD kita ada 53 juta dan jumlah satuan pendidikannya ada di atas 200 ribu," kata Muhadjir, di Kantor Kemendikbud, Kamis (2/5).
Ia menilai, urusan pendidikan adalah hal yang besar sehingga apabila ada kejadian yang tidak diinginkan di sekolah harus diselesaikan dengan cara fokus terhadap kasus tersebut. "Penyelesaiannya perkasus bukan karena satu persoalan sistemik," kata dia melanjutkan.
Muhadjir mengakui permasalahan ini masih belum selesai ditangani. Namun, Kemendikbud terus meningkatkan cara-cara untuk mengatasi agar jangan sampai praktik yang tidak baik terjadi di lembaga pendidikan. Ia mengatakan, demi terwujudnya hal tersebut harus ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.
"Tapi tentu saja ini perlu kerja keras. Tidak bisa ditekankan kepada Kemendikbud tapi juga peran masyarakat keseluruhan dan selalu saling memantau, memberi informasi sehingga ketika ada gejala langsung bisa diatasi," kata dia.
Ia menjelaskan, saat ini pemerintah memiliki tiga peta jalan yang sudah disiapkan untuk memperbaiki pendidikan karakter. Pertama, pendidikan anak usia dini (PAUD) difokuskan pada kesiapan anak untuk memasuki jenjang sekolah dasar (SD). Penguatan karakter kemudian dilakukan di jenjang SD. Muhadjir mengatakan, semuanya ini telah ada payung hukumnya dan akan terus berjalan.
"Semuanya ada landasan hukumnya dan ada sistemnya dan tentu saja ketika dilaksanakan ada penyempurnaan di sana-sini itu perlu waktu dan kita akan terus kawal itu," kata dia.