REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Keempat siswi MTS Negeri Batu terlihat duduk berjejer di satu sudut ruangan sekolah, siang itu. Mereka nampak antusias menceritakan pengalaman kesuksesannya meraih medali emas dalam ajang Indonesia International Invention Festival (I3F) 2019 di Universitas Ma Chung Kota Malang, Ahad (28) lalu.
Penelitian siswi kelas VIII ini diakui mereka sangat sederhana dibandingkan peserta dari negara lainnya seperti Romania, Malaysia, Cina dan Taiwan. Keempatnya bahkan sempat merasa minder saat menyaksikan penelitian-penelitian peserta lainnya. Apalagi saat menemukan penelitian berbasis teknologi yang pesertanya lebih dewasa daripada mereka.
Siswi MTS Negeri Batu dikenal sebagai peserta termuda dibandingkan lainnya. Mereka harus berhadapan dengan peserta dari tingkat SMA, bahkan perguruan tinggi. Tidak ada kata yang bisa diungkapkan, selain rasa bangga dan senang di hati keempatnya.
Adalah Azizah Alif Habibillah, Selvin Ceria Mita Ramadhan, Rosiana fitri Fadilah dan Aprilia Nanda Indri Rosita yang mampu mengharumkan nama sekolah di kancah internasional. Berkat bimbingan guru Sariyah dan konsultasi dengan ahli, mereka mampu menemukan pengganti enzim renet dalam pembuatan keju mozzarella. Kandungan serupa diperoleh dari getah buah pepaya.
Perwakilan Tim, Selvin Ceria Mita Ramadhan menjelaskan, ide penelitian ini sebenarnya bermula dari menyaksikan potensi lokal di Kota Batu. "Batu itu potensi lokalnya susu. Setelah itu, kita konsultasi ide untuk membahas susu itu tadi, tapi sama pembimbing diarahkan ke produk olahan mozarella," ujar Selvin saat ditemui Republika.co.id, Selasa (30/4).
Selvin dan tiga rekannya kemudian mulai sibuk mencari literasi keju mozzarella. Hal ini terutama pengetahuan perihal kandungan keju mozzarella dan cara pembuatannya.
Di sini, tim pun mulai tertarik menelisik lebih jauh proses penggumpalan keju. Proses ini, kata Selvin, biasanya membutuhkan enzim renet. Namun sayangnya enzim yang berasal dari usus hewan mamalia ini sudah menurun jumlahnya.
Setelah mengetahui fakta demikian, Selvin bersama tim berupaya mencari enzim pengganti. Sampai akhirnya tim menemukan getah pepaya yang dinilai memiliki fungsi penggumpal pada keju mozzarella. Getah yang dapat menghasilkan enzim papain ini disebut-sebut mempunyai fungsi serupa.
Selain memiliki fungsi serupa, Azizah Alif Habibillah mengungkapkan, enzim papain mempunyai nilai lebih ekonomis. Ditambah lagi, enzim tersebut juga lebih ramah lingkungan dibandingkan renet.
Untuk menghasilkan enzim papain, Azizah menjelaskan, tim hanya perlu menyisir kulit buah pepaya untuk mendapatkan getah. Pada proses ini, satu buah biasanya menghasilkan dua sendok makan getah. Getah selanjutnya dikeringkan dan dicampur air sekitar satu gelas.
"Setelah itu digunakan ke keju," kata perempuan berhijab ini.
Sementara tahapan pembuatan keju mozzarella, Azizah mengungkapkan, tim sebenarnya hanya menggunakan metode tradisional. Mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan seperti asam sitrat, enzim papain, garam dan susu lima liter. Seluruh bahan ini untuk menghasilkan 500 gram keju mozzarella.
Langkah awal, Azizah menceritakan, tim memanaskan susu dalam suhu 30 derajat celcius. Tak lupa juga untuk menambahkan asam sitrat sebanyak 20 miligram (mg) yang kemudian diaduk sekitar lima sampai 10 menit. Lalu menambahkan enzim papain sembari diaduk dan ditutup kembali agar terjadi penggumpalan.
Menurut Azizah, susu yang telah diolah ini akan berbentuk kotak. Bahan yang telah menggumpal ini nantinya harus dipindahkan ke satu wadah. Selanjutnya, bahan tersebut dipanaskan dengan taburan garam sembari diaduk dengan api sedang.
"Terus diaduk dan dipindahkan ke wadah kecil untuk dicetak," tegasnya.
Proses pembuatan keju mozzarella menghabiskan waktu sekitar lima hingga tujuh jam. Sementara proses penelitian secara keseluruhan memakan waktu selama tiga bulan. Menurut Azizah, penelitian ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 300 ribuan.
Guru Pembimbing, Sariyah menerangkan, kesulitan penelitian selama tiga bulan justru bukan dari penentuan ide. Namun, ia melanjutkan, lebih kepada menyusun laporan hasil penelitian. Tim dan dirinya agak kesulitan mengatur waktu antara pengerjaan tugas sekolah dan penelitian.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Sariyah biasanya meminta, siswinya untuk lebih banyak mengerjakan tugas di rumah. Atau, bisa juga menyisihkan waktu di jam-jam pulang sekolah. Intinya, ia menegaskan, mereka berupaya memanfaatkan waktu di luar pembelajaran sekolah.