Selasa 30 Apr 2019 23:39 WIB

Usai Jadi Saksi di Pengadilan Tipikor, Menpora Temui Jokowi

Imam Nahrawi hanya mengatakan ingin bersilaturahim dengan Presiden Jokowi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Imam Nahrawi menjadi Saksi. Menpora Imam Nahrawi memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Imam Nahrawi menjadi Saksi. Menpora Imam Nahrawi memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi terlihat mendatangi Istana Negara pada Selasa (30/4) sore. Kedatangan Imam hanya berjarak sehari setelah pada Senin (29/4) malam, ia menjadi saksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy dalam perkara dugaan korupsi terkait dana hibah Kemenpora.

Sekitar pukul 16.00 WIB, Imam terlihat keluar dari gerbang samping Istana Negara dengan langkah tertatih. Tanpa komentar, Imam langsung bergegas menuju mobil dinasnya dengan plat RI 49 meski hujan cukup deras mengguyur. Ia pun menolak memberikan komentar panjang kepada wartawan terkait pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sore ini.

Baca Juga

"Silaturrahim," ujar Imam singkat sesaat sebelum menutup pintu mobil, Selasa (30/4).

Sebelumnya dalam sidang pada Senin (29/4) malam, Imam sempat dicecar oleh majelis hakim terkait asisten pribadinya, Miftahul Umum yang merupakan mantan sopirnya selama di Jawa Timur. "Ulum itu awalnya sopirnya Khoirudin tapi karena saya ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB, jadi saya suka dipinjamkan," kata Imam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin malam.

Kepala Bagian Keuangan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Eni Purnawati sempat menyebut ada Rp 3 miliar diserahkan untuk Miftahul Ulum. Penyerahan uang kepada Ulum selaku asisten pribadi Menpora Imam Nahrowi.

"Kronologinya pada 8 Juni 2018, Pak Johny pesan dana Rp 10 miliar ke rekening KONI di BNI. Sesuai perintah Pak Johny, ada tiga tahap penggunaan, yang pertama Rp 3 miliar untuk membeli dolar Singapura dan dolar AS, Rp 3 miliar untuk diberikan kepada Pak Ulum dan Rp 3 miliar untuk Pak Hamidy, sisanya ke Pak Johny," kata Eni di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/4) lalu. 

Eni bersaksi untuk terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ending Fuad Hamidy yang didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana. Ending diduga menyuap Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp 400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekitar Rp 900 juta) serta Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp 215 juta.

Johny yang dimaksud adalah bendahara Umum KONI Johny E Awuy yang juga didakwa dalam perkara yang sama. Uang Rp 10 miliar tersebut berasal dari hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 sebesar Rp 30 miliar.

"Dari Rp 30 miliar tidak seluruhnya untuk Asian Games atau Para Games, tapi untuk try out panitia yang ada di KONI," ungkap Eni.

Uang Rp 10 miliar tersebut tercatat sebagai dana operasional Sekjen KONI. "Kalau Rp 3 miliar untuk Pak Hamidy diambil Atam pengemudi Pak Hamidy tapi saya tidak tahu untuk apa," tambah Eni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement