REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menerbitkan beleid baru berkaitan dengan penjaminan akses bagi difabel terhadap karya-karya berupa buku braille, buku audio, dan sarana lainnya. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2019, sejumlah pihak yang ditunjuk memiliki ruang untuk melakukan penggunaan, penggandaan, pengubahan format, hingga pendistribusian sebuah karya ke dalam bentuk buku braille, buku audio, atau bentuk lain.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1,2) PP ini, terdapat tiga pihak yang memiliki kewenangan menggubah sebuah ciptaan atau karya ke dalam bentuk yang ramah terhadap difabel. Ketiganya adalah perpustakaan yang memiliki fasilitas bagi penyandang disabilitas, lembaga pemerintah dan instansi daerah yang tugas dan fungsinya memfasilitasi penyandang disabilitas, dan organisasi kemasyarakatan dan lembaga kesejahteraansosial yang kegiatannya memfasilitasi penyandang disabilitas.
Selain penerima fasilitasi akses sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, orang perseorangan yang secara sukarela membantu penyandang disabilitas dapat mengakses secara mandiri suatu ciptaan baik keseluruhan maupun sebagian yang substansial dalam bentuk huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, sepanjang tidak bersifat komersial.
Dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, fasilitas akses demi membantu difabel diberikan dalam bentuk pemerolehan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital, penggunaan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital, dan pengubahan format salinan digital sebagaimana dimaksud sesuai kebutuhan penerima manfaat.
Selain itu, penggandaan format untuk memenuhi kebutuhan penerima manfaat juga diizinkan. Aturan ini juga memberi ruang penerima fasilitas akses untuk melakukan pendistribusian format kepada penerima manfaat baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.
"Dalam hal Fasilitasi Akses dilakukan antarnegara, Fasilitasi Akses diberikan pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 5 ayat (2) PP yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 18 April 2019 ini.
Ditegaskan dalam PP ini, pelaksanaan Fasilitasi Akses sebagaimana dimaksud dilakukan dengan tetap memperhatikan hak moral dari pencipta, dan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.
Fasilitas Akses sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, diberikan berdasarkan permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Menteri. Selanjutnya, Menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan dimaksud, dan menerbitkan Keputusan Menteri tentang Pemberian Fasilitas Akses paling lambat 19 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima.
Untuk mendapatkan salinan digital, menurut PP ini, penerima Fasilitasi Akses harus mengajukan permohonan kepada Perpustakaan Nasional yang dilampiri bukti Keputusan Menteri tentang Pemberian Fasilitas Akses.