Ahad 28 Apr 2019 11:50 WIB

Pemberantasan Korupsi Diimbau Memanfaatkan Teknologi

Pemberantasan korupsi tak boleh kalah canggih.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Hasanul Rizqa
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyatakan, permasalahan korupsi di Indonesia sudah semakin kronis. Dalam pantauan pihaknya, sepanjang tahun lalu terdapat 454 kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum.

Jumlah tersangka mencapai 1.087 orang. Nilai kerugian negara melejit hingga Rp 5,6 triliun, sedangkan nilai suap mencapai Rp 134,7 miliar. Dalam banyak kasus, modus yang digunakan para pelaku sudah sangat canggih. Adnan menuturkan, para koruptor tidak sekadar melakukan penggelembungan angka (mark-up) atau memotong anggaran.

Baca Juga

"Tapi sudah menggunakan teknologi dalam melakukan kejahatan. Korupsi sebagai tindak kejahatan telah berevolusi sedemikian rumit," kata Adnan Topan Husodo dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (28/4).

Dia menjelaskan, pihaknya selama ini telah masif memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi. Misalnya, tepat satu tahun yang lalu, ICW telah menggagas portal Akademi Antikorupsi. Platform daring tersebut dimaksudkan sebagai pusat belajar antikorupsi bagi siapa saja. Dengan begitu, ICW dapat turut mendorong kesadaran warga akan bahaya korupsi.

"Dengan materi yang dapat mendorong publik untuk turut serta memberantas korupsi, seluruh pihak dapat memelajari korupsi dan cara pemberantasannya secara mudah dan cuma-cuma. Portal tersebut dapat diakses di www.akademi.antikorupsi.org," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko menjelaskan, upaya pemberantasan korupsi tak boleh kalah canggih. Penggunaan teknologi harus menjadi tulang punggung penegak hukum. Aparat penegak hukum juga mesti terampil dalam menggunakan perangkat.

Menurut Sujanarko, teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendorong transparansi badan publik. Tiap badan publik dinilainya bisa menyediakan akses data dan informasi melalui portal resmi masing-masing. Hal itu supaya warga negara mudah mengaksesnya.

Dengan transparansi, bila ada kecurangan, maka akan diketahui dengan segera. Partisipasi warga dalam memerangi korupsi pun akan meningkat.

Selain itu, lanjut Sujanarko, portal daring untuk pengawasan juga dapat dibentuk baik oleh badan publik atau warga. Warga misalnya dapat melaporkan adanya indikasi korupsi di instansi tertentu. Selama ini warga sulit melaporkan penyimpangan yang ia temukan atau alami. Kerja aparat penegak hukum pun bisa terbantu.

ICW bersama Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menggelar diskusi bertajuk "Information and Communication Technology dan Pemberantasan Korupsi" pada Kamis (25/4) lalu. Acara diselenggarakan di gedung FISIP Unpar, Bandung.

Selain Adnan dan Sujarno, pembicara dalam diskusi tersebut yakni Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Publik Unpar Tutik Rachmawati, dan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IV Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI, Uman Suherman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement