Sabtu 27 Apr 2019 12:46 WIB

Politisi PDIP: Judicial Review di MK Penyebab Masalah Pemilu

Politisi PDIP menilai judicial review UU Pemilu membuat permasalahan pemilu serentak.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Nur Aini
Politikus PDIP, Effendi Simbolon
Foto: MGROL72
Politikus PDIP, Effendi Simbolon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDIP,  Effendi Simbolon, mengatakan adanya judicial review terhadap UU Pemilu yang menyebabkan pelaksanaan pemungutan suara secara serentak. Menurut Effendi, Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR harus bertanggungjawab terhadap persoalan pemilu saat ini. 

"Karena pemilu serentak ini hasil judicial review yang dilakukan teman-teman LSM yang akhirnya melucuti keberadaan dari pemilu itu sendiri. Naifnya kita mengikuti. Kita menyesuaikan dengan suatu skema yang kita tidak meyakini skema ini baik atau tidak buat kita, " ungkap Effendi dalam diskusi bertajuk 'Silent Killer Pemilu' di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).

Baca Juga

Sehingga, kata Effendi, kondisi pemilu serentak yang saat ini menimbulkan banyak persoalan menjadi tanggungjawab pengaju judicial review, MK dan DPR serta pemerintah. "Sebab,  UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017) merupakan aturan yang banci. Kita mau pemilu serentak dan serempak. Tapi undang-undangnya tidak jelas, " tegas Effendi. 

Dia mencontohkan, dalam pemilu saat ini menggunakan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen. Namun, yang digunakan sebagai rujukan untuk mengusung capres-cawapres adalah hasil pemilu 2014. 

Dia kemudian mengingatkan bahwa kondisi peraturan yang tumpang-tindih harus disampaikan kepada masyarakat. Sebab, kondisinya pemilu 2019 membebani masyarakat.  

"Sejak awal kita tak pernah jujur. Kita meletakkan undang-undang yang sulit dilaksanakan KPU. Saya tidak mengatakan keabsahan pemilu ini tidak sah, tapi kita harus beri tahukan ke publik bahwa pemilu yang dirancang undang-undang selama ini sebenarnya sudah normatif, kita melakukan proses yang normal, sudah baik. Kemudian ada judicial review," ujarnya.

Sebelumnya, Effendi, mengatakan pelaksanaan Pemilu 2019 yang serentak merupakan imbas dari putusan Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, UU pemilu sebenarnya tidak menghendaki pelaksanaan pemilu yang serentak. 

"Kita sudah melalui masa yang sangat bersejarah pada 17 April. Di mana masa yang sangat berisiko sudah kita lewati. Yang bukan kehendak sama-sama, tapi saya juga tidak tahu kehendak siapa itu. Sebab kalau undang-undagnya, sebenernya kita bukan pemilu yang serentak. Jadi pemilu ini, ulahnya teman-teman di MK sebenarnya," ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement