Jumat 26 Apr 2019 08:40 WIB

Lelah Jiwa Petugas KPPS

Tekanan sebagai petugas dinilai memicu gangguan psikis.

Anggota keluarga memperbaiki posisi foto Sudirdjo, seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Anggota keluarga memperbaiki posisi foto Sudirdjo, seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian petugas KPPS yang bertugas menyelenggarakan Pemilu 2019 sejak 17 April lalu terus bertambah. Bukan hanya faktor kelelahan, penyakit bawaan, atau kecelakaan yang melatarbelakanginya. Terungkap belakangan, ada juga petugas KPPS yang melakukan upaya bunuh diri.

Kepolisian Resor Rejang Lebong, Bengkulu, mengungkapkan, seorang anggota KPPS di daerah itu meninggal akibat bunuh diri pada Selasa (23/4) sore. Kepala Polres Rejang Lebong AKBP Jeki Rahmat Mustika mengatakan, anggota KPPS Desa Karang Pinang, Kecamatan Sindang Beliti Ulu, atas nama AS (32). Kesimpulan itu dia katakan setelah polisi turun ke lapangan.

"Yang bersangkutan meninggal dunia akibat bunuh diri dengan cara minum racun. Sudah ada anggota Polsek Padang Ulak Tanding yang turun ke lokasi," ujarnya saat mengunjungi Sekretariat KPU Rejang Lebong, Kamis.

Berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, kata dia, tidak ada faktor lain yang melatarbelakangi kasus meninggalnya korban. Pemicu bunuh diri diduga akibat kelelahan ataupun stres setelah beberapa hari bertugas di TPS.

Kendati demikian, pihak kepolisian masih akan menunggu laporan perkembangan pemeriksaan yang dilakukan anggotanya di lapangan. Selain itu, AKBP Jeki juga mengatakan, selama pelaksanaan pemilu serentak di wilayah itu tidak ada anggota Polri yang jatuh sakit ataupun mening gal dunia. "Alhamdulilah, tidak ada anggota kita yang jatuh sakit atau meninggal dunia".

Sebelumnya, Kapolresta Malang AKBP Asfuri mengungkapkan, telah terjadi percobaan bunuh diri di Kota Malang. Kasus ini terjadi pada salah satu ketua KPPS di Kelurahan, Lesanpuro, Kedungkandang, Kota Malang. "Di TPS 07 Kelurahan Lesanpuro," ujar Asfuri.

Asfuri menjelaskan, percobaan bunuh diri diperkirakan terjadi sekitar pukul 09.00 WIB, Sabtu (20/4). Korban berinisial SU ditemukan dalam kondisi terluka pada perut di kamarnya. Setelah dilakukan interogasi, yang bersangkutan ternyata mengalami kelelahan dan stres.

Tekanan ini muncul karena korban mengalami situasi yang tidak menenangkan saat memimpin kegiatan di TPS. "Ada selisih dalam penghitungan terkait di suara DPD dan DPRD Kota Malang," ujar Asfuri.

Karena masalah tersebut, korban kemungkinan memikirkan terus-menerus sehingga stres. Ia kemudian nekat melakukan tindakan bunuh diri dengan menusuk perutnya sebanyak dua kali. Korban dilaporkan melakukan tindakan ini dengan menggunakan golok pribadinya. "Saat ini kondisinya sedang dirawat di RS Panti Nirmala," kata dia.

Ketua KPPS 21 Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, Sleman, DIY, TU (53 tahun), juga ditemukan tidak bernyawa akibat gantung diri. Sebelum kejadian itu, TU pulang ke rumah setelah menyelesaikan penghitungan surat suara di TPS 21.

Kapolsek Sleman Kompol Sudarno menilai tak ada kaitan gantung diri itu dengan persoalan di TPS. Pasalnya, proses perhitungan di TPS 21 Tridadi sudah selesai dan kotak suara sudah disetor ke kecamatan saat kejadian berlangsung.

photo
Petugas KPPS meninggal

Menurut Dekan FKUI Prof Ari F Syam, kelelahan menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya kondisi fisik dan psikis para petugas KPPS. "Sebenarnya pada 2014 fenomena ini tidak banyak terjadi. Pada 2019 ini kejadian. Sebenarnya pada 2009 ini terjadi pada saat pemilihan legislatif (pileg), saat pileg terjadi pileg banyak, jejer. Nah, 2019 terjadi lagi," ujarnya saat ditemui Republikadi FKUI, akhir pekan lalu.

Menurut Ari, petugas KPPS yang sudah ditunjuk ini sudah mempersiapkan segala keperluan pemilu dari dua hari sebelum pemungutan suara. Belum lagi, kualitas kotak suara kurang baik sehingga membuat mereka harus menjaga dan menutupinya.

Kemudian, berlanjut pada proses pemungutan suara dan penghitungan suara. Keduanya memakan waktu lama. Apalagi, dalam proses penghitungan suara, selain menghitung suara pilpres juga suara pileg. "Pilpres selesai, tapi untuk pileg mereka masih menghitung suara sampai tengah malam. Jam 11, 12, bahkan ada yang sampai jam dua pagi," kata Ari.

Jadi, ia menyimpulkan, banyaknya kasus petugas sakit, bahkan meninggal, pertama karena faktor kelelahan. Secara normal, menurut dia, manusia bekerja delapan jam. Dalam 24 jam dibagi dalam tiga waktu, delapan jam kerja ringan sambil santai, delapan jam kerja, dan delapan jam istirahat (enam jam tidur dan dua jam santai).

"Dan yang terjadi pada petugas bekerja dua kali 24 jam. Jadi, mereka umumnya pada tidur jam 12. Jam 4, jam 5 umumnya pada begadang," ujarnya. Pada kondisi ini, lanjutnya, fisik mereka sudah pasti lelah, faktor psikis luar biasa, dan tingkat stres tinggi.

Belum lagi, beredar macam- macam hoaksdan lainnya. "Saya rasa dalam kondisi pasti orang itu tekanan fisik, psikis yang luar biasa, dia pasti makannya tidak beres. Enggak mungkin orang lagi pemilu jam 12 pada makan, minum juga berkurang," katanya.

Ari menambahkan, selain istirahat kurang, makan minum juga kurang, kemudian tingkat stres bertambah. Biasanya mereka pakai doping, minuman berenergi mengandung kafein, termasuk kopi. Kafein ini akan menyebabkan jantung bekerja lebih cepat, tekanan darah menjadi naik. "Doping hanya sesaat, apalagi pekerjaan butuh konsentrasi. Penghitungan itu butuh konsentrasi bukan pekerjaan main-main. Kalau salah hitung lagi," ujarnya.

Terlebih, menurut dia, petugas KPPS ini umumnya orang-orang yang tidak muda lagi. "Jadi, artinya dia sebenarnya secara fisik mungkin sudah ada permasalahan pada jantungnya, tekanan darah, dan lainnya. Dengan stres demikian membuat mereka terjadi banyak yang meninggal, dirawat. Ada yang sebelum dan sesudah pencoblosan," ujarnya. (antara/ wilda fizriyani/dessy susilawati ed:fitriyan zamzami))

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement