REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Solo sudah mencapai 68 kasus dari Januari sampai pekan ke-16 tahun 2019. Jumlah tersebut meningkat tajam dibandingkan kasus pada 2018. Dari jumlah tersebut, belum ada kasus meninggal karena DBD.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Efi S Pertiwi, mengatakan, berdasarkan laporan dari pemantauan mingguan penyakit potensial wabah, tren kabupaten/kota lainnya memang terjadi peningkatan kasus termasuk di Kota Solo.
"Tahun lalu jumlahnya 24 kasus dalam setahun. Sekarang sampai pekan ke-16 total kasus DBD di Solo sebanyak 68 kasus. Kenaikannya tajam, batasan tertinggi tahun kemarin sudah terlewati," jelasnya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kamis (25/4).
Pada periode yang sama, jumlah kasus DBD sampai pekan ke-16 tahun 2018 hanya lima kasus. Menurutnya, peningkatan kasus DBD tersebut merupakan siklus lima tahunan. Sebab, kabupaten/kota lainnya juga mengalami peningkatan.
"Perkembangan nyamuk DBD kalau musimnya tidak tentu itu jadi lebih cepat dari yang biasanya. Kalau biasanya perlu seminggu sampai 10 hari, itu bisa kurang dari itu sudah bisa jadi nyamuk. Ngurasnya bak mandi seminggu sekali sudah terlambat," kata dia.
Sebanyak 68 kasus tersebut tersebar di 19 kelurahan dari total 54 kelurahan di Solo. Artinya, ada 45 kelurahan yang bebas atau sampai saat ini tidak ada kasus DBD. Kasus DBD paling banyak terjadi di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, sebanyak 22 kasus.
"Dari tahun ke tahun yang banyak di Mojosongo, Kadipiro sama Semanggi. Tapi ini Semanggi hanya satu kasus, Kadipiro enam kasus dan Nusukan enam kasus," ucap dia.
Selama ini, DKK Solo melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus DBD. Beberapa program yang terus dilakukan antara lain, gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain itu, puskesmas akan melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) terhadap semua kelurahan.