REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pasokan telur ayam dan cabai rawit diprediksi defisit atau kekurangan untuk keperluan menjelang dan selama Ramadan juga Idul Fitri 1440 H/2019 di Jawa Barat. Sementara komoditas lainnya, di antaranya cabai merah, beras dan daging ayam dipastikan melimpah.
Menurut Kepala Dinas Ketahan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar Koesmayadi, untuk ketersedian telur ayam selama Ramadan dan Idul Fitri sebanyak 20.112 ton. Sedangkan kebutuhannya 53.626 ton untuk Ramadhan saja atau total 43 hari (37 hari pra-Ramadan dan selama Ramadan).
"Ketersediaan telur ayam di Jabar sebanyak 20.112 ton. Sementara kebutuhannya 53.625 ton. Jadi Jabar defisit 33.514 ton," ujar Koesmayadi di acara Jabar punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Kamis (25/4).
Koesmayadi mengatakan, ketersediaan telur sehari-hari di Jabar juga defisit. Karena, didatangkan dari luar seperti Jawa tengah (Kendal), Jawa timur (Blitar) juga dari Medan. " Itu keseharian juga gitu karena kita kekurangan," katanya.
Penyebab lainnya, kata dia, karena telur ayam merupakan produk peternakan yang tak hanya dibutuhkan oleh rumah tangga. Mengingat, telur juga merupakan bahan pokok dari produk olahan industri, khususnya pabrik-pabrik kue kering yang meningkatkan produksinya selama Idul Fitri.
"Karena kebutuhan di Jawa barat tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga. Tapi juga untuk pabrik-pabrik industri kue kering kemudian pabrik biskuit itu banyak di Jawa Barat," paparnya.
Oleh karena itu, Koesmayadi mengatakan, ia telah mengajak para peternak di Ciamis untuk mengembangkan petelur. Selain untuk menutup kebutuhan di Jabar, dengan begitu telur yang dikonsumsi masyarakat akan lebih segar.
"(Peternak di Ciamis) Jangan sungkan mengembangkan Ayam petelur. Petelur kita cukup bermutu karena fresh. Coba bayangkan saja perjalanan Medan ke Bandung itu berapa hari?" katanya.
Terkait harga telur, kata dia, berdasarkan pantaunya setiap hari, harga telur ayam ras di konsumen pada awal April Rp 22 ribu. Sedangkan per Kamis (25/4) harga telurnya Rp 23.869 hampir Rp 24 ribu.
"Jadi mulai merangkak karena mulai ada penyedotan dari berbagai industri kue," katanya.
Sedangkan untuk ketersediaan cabai rawit, kata dia sampaikan minus 5.375 ton. Menurut Koesmayadi, salah satu penyebabnya karena kian menjamurnya usaha kuliner, seperti ayam geprek dan seblak yang memang membutuhkan banyak cabai rawit.
"Selain itu untuk cabe rawit memang yang kemarin sempat kena hama. Banyak yang gagal panennya," katanya.
Berbeda dengan cabai rawit, Koesmayadi memastikan, untuk ketersediaan cabai merah diprediksi akan aman selama Ramadan dan Idul Fitri. Terlebih pada beberapa bulan terakhir terjadi ledakan produksi.
"Sehingga tahu bahwa harganya turun sampai di Garut itu 2.500 per kilo. Dari mereka masih ada beberapa stok. Jadi kalau untuk cabai merah kita masih surplus," katanya.
Koesmayadi pun meminta masyarakat agar tidak terlalu rusuh dalam membeli sejumlah bahan pokok tersebut. Karena, pihaknya mengupayakan agar ketersediaannya mencukupi. Terlebih untuk komoditi beras yang dipastikan akan melimpah.
Berdasarkan hasil pantauan, kata dia, beras premium sekarang paling tinggi Rp11.200 per kilo. Itu harga yang tidak terjadi lonjakan. "Karena Jabar sebagai penghasil beras nasional , dan sekarang lagi panen raya jadi tidak ada kenaikan," katanya.
Sedangkan untuk daging ayam, kata Koesmayadi, di luar momen Ramadan dan Idul Fitri pun sudah melimpah. Selain itu, harganya pun tetap terpantau. Sebab, Jawa Barat merupakan pemasok utama ayam broiler nasional.
Hanya saja, kata dia, peternak ayam melakukan analisa produksi selama satu tahun yang terdiri dari tujuh periode. Di mana lima di antaranya bisa saja mendapat keuntungan yang kecil bahkan merugi. Sementara dua periode digunakan untuk menutupi kerugian yang terjadi di lima periode sebelumnya.
"Dua periode itu biasanya digunakan untuk hari besar keagamaan. Memang harganya naik. Sekarang juga sudah ancang-ancang nih harganya naik tapi dari segi stok cukup," katanya.
Koesmayadi mengatakan, untuk daging sapi terdapat 80.500 ekor yang berada di feedloter. Sementara 1.500 ekor di antaranya adalah indukan yang notabene tidak boleh dipotong menurut aturannya.
"Jadi sekitar 73 ribu lebih sapi yang siap dipotong. Satu ekor sapi identik dengan 190 kilogram daging plus oval atau jeroan. Karena di kita itu jeroan dimakan," katanya.