Rabu 24 Apr 2019 17:42 WIB
Malam ini Ustaz Muhammad Jazir Asp akan Menerima Penghargaan Sebagai Tokoh Perubahan Republika 2018

Ustaz Jazir Pembawa Tongkat Perubahan Masjid Jogokariyan

Perubahan mutlak diperlukan dan zaman akan melindas kita jika tak bisa melakukannya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Muhammad Jazir ASP
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Muhammad Jazir ASP

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mengembalikan keberadaan sebagai pusat peradaban memang tidak berhenti dilakukan Masjid Jogokariyan. Ustaz Muhammad Jazir Asp menjadi satu tokoh penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut.

Tubuhnya yang tidak lagi muda memang membuatnya tidak selincah Jazir dulu, yang semangatnya membara ketika memberi khutbah. Apalagi, akhir tahun ini usianya sudah menginjak 57 tahun.

Tapi, jangan dikira produksi gagasan-gagasan yang muncul dari kepalanya menurun. Tidak, Jazir masih seperti Ketua Takmir Masjid Jogokariyan 1999, yang berisikan ambisi dan penuh inovasi.

Ambisinya masih mampu ditularkan dalam kegiatan-kegiatan yang menuntun umat menuju kaffah. Inovasinya, terus ditebarkan dalam program-program yang memiliki tuju menyejahterakan masyarakat.

Padahal, jelas tidak mudah mengubah masyarakat. Apalagi, mereka yang sempat lekat predikat abangan, mempraktikkan Islam tidak secara utuh, mengutamakan kultur-kultur sekalipun menyimpang.

Seperti niat awal pendirian mengembalikan nilai-nilai Islam, perubahan gaya hidup perlahan dilakukan. Masjid Jogokariyan, tidak sekadar jadi tempat melaksanakan shalat, tapi justru pusat sosialisasi masyarakat.

Bagi Jazir, komitmen itu mampu terjaga jika masyarakat dapat selalu ditempatkan sebagai tujuan utama. Dari masyarakat, oleh masyarakat, dan bagi masyarakat itulah manfaat-manfaat masjid harus dirasakan.

Tidak cuma dikenal sebagai ikon Masjid Jogokariyan, pria kelahiran 28 Oktober 1962 di Yogyakarta itu memang menjadi otak penting lahirnya transformasi. Dari kepalanya, gagasan-gagasan inovatif bermunculan.

Uniknya, sosok yang gemar menggunakan pakaian-pakaian bernuansa Jawa itu kerap menekankan gagasan tidak cuma datang dari pikiran. Terlebih, manusia diciptakan Allah SWT sebagai mahluk sempurna.

"Ada hati yang telah dititipkan Allah SWT untuk bisa merasa," kata Jazir sambil membetulkan peci khas Jogokariyan, yang memiliki ciri buntut dua layaknya penutup kepala abdi-abdi dalem Kraton Yogyakarta.

Dari sana, kepekaan atas situasi sekitar muncul. Kepekaan itulah yang jadi penuntun Jazir memetakan kebutuhan masyarakat dan diubah jadi kewajiban Masjid Jogokariyan. Kewajiban sebagai pusat peradaban.

Masyarakat memang menjadi titik tuju utama atas apapun yang akan dilakukan Masjid Jogokariyan. Meminjam petuah Ki Hajar Dewantara, Masjid Jogokariyan dibuat mampu mengambil tiga peran pendidikan.

photo
Pengurus masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Ustaz HM Jazir ASP

Ing ngarso sung tulodo atau di depan memberi contoh, ing madyo mangun karso atau di tengah memberi semangat dan tut wuri handayani atau di belakang memberi dorongan kepada masyarakat.

Tidak sedikit yang heran, bagaimana bisa gagasan-gagasan sebesar itu muncul dari seorang pengurus masjid. Bahkan, banyak yang heran bagaimana masjid bisa mewujudkan gagasan-gagasan sebesar itu.

Menengok ke belakang, Jazir memang bukan pengurus masjid biasa. Jazir merupakan lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

Sejak 1986, Jazir telah merintis TK Alquran yang menjadi model pengajian anak-anak. Tidak cuma di Yogyakarta, model itu ternyata sukses dikembangkan di Indonesia dan bahkan ke Asia Tenggara.

"Dan mendapat penghargaan dari Presiden Habibie waktu itu sebagai Tokoh Perintis Gerakan Alquran Tingkat Nasional," ujar pria yang sudah menjadi ketua pengajian anak-anak sejak Kelas 5 SD tersebut.

Kita, merupakan sisi unik lain dari pria yang sudah jadi Ketua Umum Takmir Masjid Jogokariyan sejak 1999. Kita, menjadi kata yang bisa berkali-kali diucapkan Jazir saat membicarakan Masjid Jogokariyan.

Hampir semua program-program Masjid Jogokariyan yang diterangkan diucapkan dengan kata kita. Jazir, kuat menggambarkan sosok yang tidak larut pujian, tidak mengakui karya bersama sebagai prestasi diri.

Padahal, tidak terbantahkan kalau program-program emas yang sudah diinisiasi dan diwujudkan Masjid Jogokariyan datang dari gagasannya. Tapi, itulah Jazir, sosoknya sederhana, tak sedikitpun mewah terlihat.

Jauh dari sosok orang yang sebenarnya mengelola amanah begitu besar dari umat. Biasanya, menjelang adzan, Jazir santai menyantap gorengan di belakang gerobak angkringan milik Masjid Jogokariyan.

"Monggo, njih monggo Pak," sapaan yang biasa diucapkan Jazir ketika disapa jamaah, yang menjelang azan biasanya datang dari berbagai penjuru Kampung Jogokariyan.

Semua dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur masyarakat. Hari ini, Masjid Jogokariyan tidak cuma telah menjelma menjadi teladan, tapi sebagai pemberi semangat sekaligus mesin pendorong.

Kepedulian terhadap masyarakat senantiasa dijaga. Dari kepedulian, program-program dibuat, menjadikan masyarakat sebagai target utama penggerak, perasa dan penerima manfaat amal-amal usaha.

Jazir, benar-benar membuat masjid tak sekadar tempat melaksanakan shalat. Tapi, menjadi pusaran aktivitas masyarakat dan mampu memaksimalkan beragam potensinya sebagai pusat peradaban.

Hasilnya, transformasi kepercayaan. "Infaq satu tahun yang 2000-2003 Rp 43 juta, kini mencapai Rp 3,6 miliar satu tahun," kata Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Muhammad Jazir Asp, Selasa (16/4).

Pun zakat maal, yang dulu cuma mampu mengelola Rp 4-5 juta satu tahun, menjadi Rp 1,7 miliar. Ternyata, kemakmuran masjid memang berbanding lurus kesejahteraan dan keberkahan yang bisa ditebar.

Laiknya Jenderal Soedirman, Masjid Jogokariyan menyadari besar tanggung jawab yang dihadirkan posisi penting mereka. Terlebih, Ustaz Jazir mengungkapkan, ada 380 KK sangat miskin di sekitaran.

Mereka itulah yang ternyata terus berusaha dicukupi kebutuhannya. Tiap 15 hari, misal, mereka dikirimkan beragam sembako demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Ada pula 180 KK penerima Kartu ATM Beras, yang bisa diambil 24 jam di ATM Beras Masjid Jogokariyan. Mereka turut memiliki Poliklinik gratis yang memberi layanan kesehatan kepada lebih dari 1.830 KK. 

"Pengurus RT dan RW sekitaran kita asuransikan kesehatannya yang dibayarkan preminya oleh masjid, sekalipun mereka nonMuslim, jadi masjid benar-benar sebagai solusi persoalan masyarakat," ujar Jazir.

Belakangan, Masjid Jogokariyan giat membebaskan masyarakat yang terjerat rentenir. Lalu, ada program-program bedah rumah seperti Benah-Benah Rumah Jamaah dan Jogokariyan Lantai Dua.

Target Benah-Benah Rumah terus ditingkatkan. Mulai 18 rumah pada 2017, 22 rumah pada 2018 dan 30 rumah pada 2019. Tidak berhenti, Masjid Jogokariyan akan mulai pembangunan perumahan bagi jamaah.

Lalu, satu angkringan di halaman Masjid Jogokariyan jadi salah satu contoh suksesnya pemberdayaan masyarakat. Bayangkan, angkringan hampir setiap saat buka dan hampir setiap saat dipenuhi jamaah.

Seperti Pangeran Diponegoro, manfaat memang ditebar luas. Mulai Zuhur, Ashar, Mahgrib, Isya bahkan Subuh, hampir tidak ada satupun waktu shalat yang jamaah tidak mengerubungi angkringan tersebut.

Dikomandoi Masjid Jogokariyan, kini angkringan dikelola tiga KK, dan dipasok 26 KK lain yang ada di sekitar. Artinya, dari satu angkringan saja, sudah hampir 30 KK meraih kesempatan memberdayakan diri.

Kehadiran nama-nama pahlawan sebagai perumpamaan di atas bukan tanpa alasan. Masjid Jogokariyan memang lekat dengan tradisi, jadi contoh nyata padunya kebudayaan, keindonesiaan dan keislaman.

Atas secuil dari begitu banyak kisah sukses membangun peradaban, tidak diragukan Ustaz Jazir memang sosok yang sangat pantas mendapat apresiasi tinggi. Salah satunya, sebagai Tokoh Perubahan Republika 2018.

Bicara perubahan, bagi Ustaz Jazir, perubahan itu sendiri merupakan watak alam. Sebab, di dunia, segala sesuatu berubah dan hanya perubahan itu sendiri yang tidak mengalami perubahan.

Perubahan mutlak diperlukan dan zaman akan melindas kita jika tidak bisa melakukannya. Karenanya, setiap penanggung jawab peradaban, termasuk takmir, harus mampu membawa perubahan yang lebih baik.

Hijrah menjadi istilah perubahan yang cukup akrab di tengah-tengah masyarakat. Menurut Ustaz Jazir, manusia bahkan memang memiliki tugas hijrah dari gelap kepada terang, dan lebih baik dari hari ke hari.

"Perubahan ke arah yang lebih bermanfaat, lebih memberdayakan, dan lebih diridhai Allah SWT," kata Ustaz Jazir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement