Selasa 23 Apr 2019 16:20 WIB

Penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Daerah Harus Dipisah

Pemilu tingkat nasional, yakni pemilihan presiden, DPR, dan DPR.

Pemilih menunjukkan jari kelingking usai menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 01 Wotlemah, Desa Awang-awang, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Selasa (23/4/2019).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Pemilih menunjukkan jari kelingking usai menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 01 Wotlemah, Desa Awang-awang, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Selasa (23/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Andi Yunus, mengatakan, pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) harus dipisah antara tingkat nasional dan daerah. Usulan tersebut setelah mengevaluasi pelaksanaan Pemilu 2019.

Hal yang perlu dikoreksi di lapangan termasuk banyaknya korban petugas PPS dan KPPS yang meninggal ataupun sakit karena keletihan. Dari sisi pelaksana, paling tidak 91 petugas KPPS/PPS harus kehilangan nyawanya dan 374 orang yang dirawat di rumah sakit karena kelelahan atas pelaksanaan Pemilu serentak 2019 yang maraton dan lebih rumit.

Baca Juga

"Mengevaluasi sistem Pemilu serentak 2019 ini, ke depan pada Pemilu 2024 perlu membagi Pemilu nasional dan Pemilu daerah," kata Yunus, di Makassar, Selasa (23/4).

Dia mengatakan, lembaganya mengeluarkan sedikitnya empat poin untuk perbaikan sistem demokrasi pada periode berikutnya. Pembagian Pemilu yang dimaksudkan yakni Pemilu nasional terdiri atas Pemilu untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD.

"Sedang Pemilu daerah terdiri atas Pemilu DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan gubernur dan wali kota/bupati. Kedua Pemilu ini dilakukan dalam waktu yang berbeda," ujarnya.

Koordinator Relawan Pemantau LSKP, Salma Tadjang, juga menyarankan perbaikan sistem pendataan penduduk dan aplikasi Simantap. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan hilangnya hak pilih warga karena kesalahan data.

Sementara dari sisi partai politik, ia berharap, komitmen partai politik dan anggotanya untuk meminimalkan praktik politik uang. Sebab, dampak politik uang merugikan baik pribadi caleg maupun di warga sebagai pemilih serta kualitas demokrasi dalam jangka panjang.

"Diperlukan sistem hukum dalam menjamin transparansi keuangan partai politik, dana kampanye parpol dan caleg untuk meminimalisir politik uang ke depan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement