Selasa 23 Apr 2019 15:39 WIB

Komaruddin Hidayat: Pemilu Sebaiknya Terpisah

Beban penyelenggaraan berat dan persaingan ketat memengaruhi suasana pemilihan.

Cendekiawan Muslim, Komaruddin Hidayat
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Cendekiawan Muslim, Komaruddin Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan muslim, Prof Dr Komaruddin Hidayat, mengatakan, Pemilu presiden dan Pemilu legislatif hendaknya diselenggarakan secara terpisah. Sebab, beban penyelenggaraan yang berat dan persaingan yang ketat, yang dapat mempengaruhi suasana pemilihan calon pemimpin.

Komaruddin mengatakan beban berat pemilu, di mana dalam satu hari ada lima kertas surat suara yang harus dicoblos dan persaingan ketat antarkandidat, membuat beban penyelenggara menjadi berat. "Ke depan agar dipertimbangkan dipisah antara Pilpres dan Pileg," kata Komaruddin, di Jakarta, Selasa (23/4).

Baca Juga

Persoalan lainnya, yakni pembatasan waktu dan distribusi barang logistik yang jauh. "Jadi secara fisik dan mental berat sekali, oleh karena itu wajar kalau mereka itu pada stres, karena beban KPU yang memang berat," katanya.

Komaruddin mengatakan, fenomena 91 petugas KPPS yang meninggal dunia dan ratusan yang jatuh sakit itu karena ada hal yang kurang diprediksi oleh penyelenggara Pemilu. Selain menyarankan pemilu tidak digelar serentak, ia juga mengusulkan, adanya alokasi bantuan kesehatan bagi petugas KPPS yang sakit dan meninggal.

Ia mengatakan dana tersebut bisa dianggarkan dalam APBN atau partisipasi masyarakat serta bantuan rumah sakit yang menawarkan layanan kesehatan di daerah-daerah. Selain itu, dia menuturkan santunan bagi petugas yang meninggal juga bisa diperoleh dari dana tanggung jawab sosial BUMN atau APBN untuk diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Ke depan, dia menuturkan banyak hal yang harus ditinjau ulang untuk pelaksanaan pemilu di masa mendatang termasuk UU Pemilu untuk mempermudah masyarakat dalam memilih pemimpin.

Pemilu 2019 ini diselenggarakan serentak dan jumlah pemilih mencapai lebih dari 180 juta dengan lebih dari 811.00 TPS. Pada Pemilu 2019 dengan biaya lebih dari Rp 24 triliun ini, setidanya 91 petugas KPPS dan 15 polisi meninggal dunia dalam tugas mengawal Pemilu.

Selain mereka, ada juga yang sampai keguguran kandungan, depresi berat, bunuh diri ataupun mencoba bunuh diri. Selain itu, ratusan petugas KPPS yang sakit dan harus dirawat serius di rumah sakit.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, hingga Senin malam (22/4), jumlah petugas KPPS yang meninggal sebanyak 91 orang tersebar di 19 provinsi, dan 374 petugas yang jatuh sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement