Senin 22 Apr 2019 15:51 WIB

Investasi BDIG Gencar Promosi, OJK NTT Minta Warga Waspada

OJK NTT mengingatkan BDIG yang gencar dipromosikan termasuk investasi bodong.

Hati-hati dengan skema investasi tertentu yang mungkin berujung penipuan.
Foto: pixabay
Hati-hati dengan skema investasi tertentu yang mungkin berujung penipuan.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Robert Sianipar, meminta warga setempat agar mewaspadai kehadiran investasi big data internasional groups (BDIG). Ia menjelaskan BDIG beroperasi secara ilegal.

"BDIG sedang gencar-gencarnya menawarkan investasi kepada masyarakat NTT, namun masyarakat harus lebih waspada karena entitas ini sudah terindikasi bodong atau ilegal," katanya dalam pertemuan triwulanan bersama pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dan awak media massa di Kupang, Senin.

OJK NTT mencatat sampai akhir triwulan I 2019, terdapat 233 entitas investasi yang terindikasi ilegal dan sudah dipublikasikan di laman sikapiuangmu.ojk.go.id. BDIG termasuk salah satunya.

Dalam strategi pemasaran, menurut Robert, BDIG memakai penggalan kalimat pidato Presiden RI Joko Widodo tentang big data untuk meyakinkan masyarakat. Namun ,pengertian big data yang dimaksudkan orang nomor satu di Indonesia itu berbeda dengan yang ditawarkan perusahaan tersebut.

Untuk itu, Robert meminta masyarakat di provinsi berbasiskan kepulauan ini agar lebih berwaspada menghadapi kehadiran berbagai entitas investasi yang marak dengan prinsip 2L, yakni legal dan logis. Ia menganjurkan investor untuk mengecek perizinan dengan bertanya atau mengunjungi laman OJK.

"Selain itu, investasi harus logis, misalnya BDIG ini menawarkan bunga 1 persen sehari. Di mana tanam modalnya dapat seperti itu." katanya.

Robert mengungkapkan, tujuan investasi seperti BDIG ini adalah multi level marketing (MLM). Namun, investasi MLM yang benar adalah keuntungan yang diperoleh merupakan bagian dari barang yang laku dijual.

"Misalnya produk kecantikan, kalau bisa dapat anggota (downline) maka dapat keuntungan satu paket produk, misalnya 5 persen. Tapi kalau tak ada barang, cuma anggota merekrut anggota per kepala mendapatkan misalnya Rp 5 juta itu tidak logis," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement