REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyinggung inskonsistensi dari calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto terhadap hasil hitung cepat lembaga survei. Menurut Hasto, sikap Prabowo tak mengakui hasil hitung cepat lembaga survei Pilpres 2019 berbeda saat merayakan kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Saat itu, Hasto mengatakan, Prabowo yang didampingi Anies-Sandi langsung merayakan kemenangan pascahitung cepat memenangkan Anies-Sandi. Sementara pada Pilpres kali ini, Prabowo menolak hasil hitung cepat yang memenangkan Jokowi-Ma'ruf dan justru mendeklarasikan kemenangannya sendiri versi hitungan internal Badan Pemenangan Nasional (BPN).
Padahal, Hasto menilai hitung cepat yang dilakukan lembaga survei di kedua Pemilu tersebut sama-sama menggunakan metode ilmiah. "Pak Prabowo (terhadap hitung cepat) di DKI yang memenangkan Pak Anies-Sandi juga menggunakan quick count instrumen hitung cepat yang bisa dipertanggungjawabkan keakuratannya dari aspek metodelogi," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Jumat (19/4).
Menurut Hasto, inkonsistensi juga ditunjukan partai politik koalisi Prabowo-Sandiaga yang mengakui hasil hitung cepat lembaga survei untuk pemilihan legislatif (Pileg) 2019, namun tidak untuk Pilpres 2019. Bahkan, koalisi partai pendukung Prabowo-Sandiaga turut mendeklarasikan pasangan Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden terpilih versi perhitungan suara internal Badan Pemenangan Nasional (BPN).
"Sangat ironi ketika quick count parpol diterima kemudian untuk quick count Pilpres tidak diterima. Kemudian mengadakan secara sepihak melakukan tiga kali pernyataan menang dengan data yang selalu berbeda-beda tersebut," ujar Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf tersebut.
Hasto mengatakan, baik Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun PDIP tetap menunggu hasil rekapitulasi suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, ia mengatakan, hasil hitung cepat lembaga survei menggunakan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Sekali lagi ibu Megawati mengingatkan kami semua sebaiknya mennggu proses rekapitulasi secara berjenjang oleh KPU," ujar Hasto.
Sebelumnya, PDIP melalui Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) pusat juga turut membuka data live perolehan suara Pilpres 2019. Hasilnya, dari rekapitulasi dokumen C1 yang dikumpulkan saksi PDIP di berbagai tempat pemungutan suara di Indonesia, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang unggul seperti hasil hitung cepat dari lembaga survei.
Hingga pukul 14.10 WIB, suara masuk berdasrkan rekapitulasi dokumen C1 yang diinput BSPN sebanyak 10.692.923 pemilih atau 7,3 persen dari jumlah total suara pemilih. Berdasarkan jumlah yang masuk, perolehan suara pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul 63 persen atas Prabowo-Sandiaga yang hanya 37 persen.
"(Pengungkapan) ini bagian transparansi ke publik, terlalu bahaya untuk urusan strategis kalau isinya main klaim. Tiga kali yang diumumkan Prabowo itu datanya berbeda-beda, tapi katanya semua sudah fiks," ujar Hasto.
Hasto menyinggung pentingnya kejujuran dalam menampikan data dan informasi ke publik. Karenanya, ia menjamin data perolehan suara yang ditampilkan BSPN PDIP benar dan siap diaudit.
Ia juga bersedia, jika data perolehan suara BSPN PDIP diadu dengan data milik BPN Prabowo-Sandiaga maupun Gerindra. "Kalau KPU mau membandingkan antara data kami dengan Gerindra, BPN kami juga siap untuk dicek sistemnya, ahli IT, data-data masuk, dokumen C1 bisa saja dicek secara random, kan bisa dilakukan cek," ujar Hasto.