Rabu 17 Apr 2019 00:03 WIB

Putusan MK Soal Hitung Cepat tak Sepenuhnya Diterima ATVSI

MK menolak permohonan uji materi UU Pemilu terkait pengumuman hasil hitung cepat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ishadi SK, menerima hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait waktu pengumuman hasil hitung cepat Pemilu 2019. Tetapi, ia mengaku, ada beberapa hal yang mengganjal karena MK pernah mengabulkan gugatan atas hal serupa beberapa tahun lalu.

"Secara prinsip ATVSI dan penyiaran televisi menerima putusan tersebut. Namun ada beberapa hal yang mengganjal karena dua kali keputusan seperti ini disahkan MK," ujar Ishadi di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).

Pada 2009 dan 2014 lalu, MK memutus gugatan atas norma pasal serupa. Ketika itu, MK mengabulkan gugatan pemohon soal batas waktu pengumuman hasil hitung cepat pemilu.

Putusan yang berbeda dengan apa yang diputus kali ini. Ishadi menuturkan, pihaknya akan membahas lebih lanjut putusan ini secara internal sebelum menentukan langkah berikutnya.

"Dengan keputusan ini kami akan pertimbangkan. Kami akan bahas terlebih dulu secara internal sebelum menyiapkan langkah-langkah berikutnya," kata dia.

MK memutuskan untuk menolak permohonan pengujian terhadap Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), Pasal 509, serta Pasal 540 Ayat (1) dan (2) UU Pemilu No. 7/2017. Dalam putusan ini hakim MK mempertimbangkan perbedaan zona waktu yang ada di wilayah Indonesia.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).

Mereka menilai, selisih waktu dua jam antara wilayah Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan Waktu Indonesia Timur (WIT) memungkinkan hasil penghitungan cepat pemilu di wilayah WIT sudah diumumkan ketika pemungutan suara di wilayah WIB belum selesai dilakukan. Hal tersebut dinilai berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih.

"Karena kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah disiarkan dan diakses di seluruh wilayah Indonesia, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis 'sekadar' ingin menjadi bagian dari pemenang," ujar Hakim MK, Enny Nurbaningsih.

Selain itu, lanjutnya, secara metodologis, perhitungan cepat bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat. Itu karena di dalamnya masih mengandung rentang kesalahan atau margin of error. Dengan demikian, sekecil apa pun rentang kesalahan dalam metodologi perhitungan cepat yang digunakan, hal demikian tetap berpengaruh.

"Terutama ketika selisih perolehan suara antarkandidat berada dalam margin of error tersebut. Artinya, keandalan quick count adalah terjamin jika perolehan suara antarkandidat atau antarkontestan jauh melampaui rentang kesalahan tersebut," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement