Selasa 16 Apr 2019 11:35 WIB

Masuk Ka’bah dan Masuk Ke Dalam Rumah Batin Setiap Insan

Ka'bah itu dalam tradisi sufi itu dilambangkan sebagai masuk ke dalam rumah batin

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan rombongan di tangga menuju Ka'bah. Beberapa saat lalu, Jokowi dan rombongan memasuki Ka'bah, Senin (14/4)
Foto: Ist
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan rombongan di tangga menuju Ka'bah. Beberapa saat lalu, Jokowi dan rombongan memasuki Ka'bah, Senin (14/4)

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Pada masa tenang sebelum Pemilu ini berbagai komentar meluas di media sosial ketika Presiden Jokowi yang tengah umrah masuk ke dalam Ka’bah. Kontraoversi pun timbul, Ada yang menyebut pecitraan ada yang menyebut bukti sebuah ketulusan iman. Yang pasti, seperti di nasihatkan Imam Al Ghazali: Siapa pun hendaknya berprasangka baik kepada batin dan sikap seseorang. Maka semua pihak hendaknya mendoakannya dengan hati yang jernih soal ini.

Dan terkait soal masuk Ka’bah dalam kazanah sufisme di tanah Melayu soal ini pun sudah sangat lama dibahas. Penyair sufi dari Aceh Hamzah Fansuri semenjak abad ke 15 sudah menuliskan syair indah tentang arti dan hakikat Ka’bah. Dalam syair itu dia meminta merenungkan eksistensi Ka'bah dalam batin setiap insan.

Hamzah Fansuri di dalam Makkah

Mencari Tuhan di Bait Al-Ka'bah

Dari Barus ke Qudus terlalu payah

Akhirnya, dijumpa di dalam

Rumah.

Mengomentari syair bertema masuk atau mencari Tuhan di dalam Ka’bah ada komentar yang menarik dari penyair sufi dan guru besar filsafat Kebudayaan Islam, Prof DR Abdul Hadi WM. Sosok ini dirasa tepat untuk mencari tahu apa pesan dan arti syair dari Hamzah Fansuri tersebut Apalagi dia secara khusus menulis disertasi tentang karya dan pengaruh kepenyairan Hamzah Fansuri yang makamnya terletak di kawasan tepian pantai Aceh Utara itu.

Abdul Hadi menegaskan, sebenarnya hati manusia adalah Ka'bah di dalam ‘jagat kecil ‘ setiap diri manusia yang beriman.  Sedangkan sosok Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah, itu adalah adanya lambang tauhid. Makanya bentuk bangunanya kubus, yakni berarti sebuah bentuk kokoh. Di bolak-balik pun kubus ya tetap kubus.

‘’Di sinilah maka orang yang imannya teguh hatinya dilambangkan kokoh seperti Ka'bah,'' kataya.

photo
Presiden Soeharto mencium Hajar Aswad sebelum masuk ke Ka'bah. (fotO: Google.com)

Sedangkan, kata Abdul Hadi, dalam tradisi kazanah sastra sufi meski ada iman di lambangkan kokoh seperti Ka’bah, namun ada iman yang dilambangkan laksana gelas bening atau kristal yang sangat mudah pecah. Iman yang dilambangkan dalam model ini adalah iman yang lemah atau iman yang gampang berubah-ubah.

‘’Jadi kalau iman yang kokoh digambarkan dengan sosok Ka'bah, dalam dunia sufisme iman yang lemah  dilambangkan seperti gelas kristal itu. Menariknya lagi,  kalau nanti iman yang gampang berubah itu berubah menjadi kokoh, maka  iman dengan sebutan gelas kristal bening ini pun berubah membatu batu laksana batu hitam, yakni laksana batu hajar aswad yang ada dalam Ka'bah. Nah seperti itulah hubungan perlambang antara kokohnya iman seseorang yang dilambangkan dengan Ka’bah,’’ tegasnya.

Alhasil, lanjut Abdul Hadi, maka harus cermat betul bila ingin memahami syair Hamzah Fansuri itu. Makna syairnya 'berjumpa di dalam rumah', maksudnya itu rumah kalbunya. Sedangkan kalimat syairnya yang berbunyi ‘dari Barus ke Qudus itu maksudnya pencapaian perjalan spiritual melalui shalat tahajud. Dan dalam hal ini  Fansuri melambangkan ibadah shalat malam itu  bagi setiap  Muslim  laksana perjalanan Nabi Muhammad SAW sewaktu Isra’ Mikraj.

‘’Nah jelas sekarang, Dalam syair itu Hamzah Fansuri itu dia berpesan kepada setiap orang bahwa shalat dan shalat tahajud itu sebenarnya ’mikraj’-nya orang Islam. Fansuri terlihat mencoba melakuka i’tiba (mencontoh) kepada Rasullah SAW yang  melakukan perjalanan darat (Isra’) dari Makkah ke Yerusalem dan ‘Mi’raj ke langit (shidratul muntaha) dalam sekejap di tengah malam. Sedangkan Hamzah Fansuri mencoba meniruannya dengan melakukan perjalan dari rumahnya ke Al Quds atau Yerusalem (Masjidil Aqsha),’’ ungkapnya.

Lalu apa istimewanya masuk ke Ka’bah yang ada di Makkah. Jawabnya tentu saja ada karena tidak setiap Muslim yang pergi haji atau umrah bisa masuk ke dalamnya. Masuk ke dalam Ka’bah itu jelas ada aturannya dan tidak semua orang bisa masuk memang. Semua harus mendapat izin dari Imam Masjid Masjidil Haram. Dan pemegang kunci pintu Ka'bah itu adalah orang khusus yang merupakan para  'dzuriyat' pemegang kunci tersebut yang dahulu ditunjuk langsung Rasullah SAW.

‘’Setiap tanggal tertentu dalam periode watu per tiga bulan, ruangan dalam Ka’bah selalu dibersihkan. Kain penutup (kiswah) juga setiap tanggal menjelang puncak haji, 8 Dzulhijjah, juga selalu diganti. Saat itu pintu Ka’bah dibuka. Tapi memang tidak semua orang bisa masuk. Kalau seorang kepala negara pasti diizinkan masuk ke dalam. Ini tak hanya terjadi sekarang, tapi sudah dari dahulu atau sudah jadi tradisi,’’ kata Syam Resfiadi, Direktur Utama Patuna, Biro Umrah dan Haji.

Makanya, lanjut Syam, pihaknya sudah mahfum dan biasa saja bila melihat ada seorang kepala negara masuk ke dalam Ka’bah. Untuk presiden Indonesia sudah dari zaman Bung Karno selalu begitu. Setiap kali ada kepala negara lain ke Makkah juga diberlakukan sama.

‘’Bagi orang umum yang saat kunjungan presiden yang akan masuk ke dalam Ka’bah bisa diberi kesempatan juga untuk ikut masuk oleh para Asykar. Jadi beruntunglah anda bila saat itu ada di sekitar Ka’bah saat ada kunjungan presiden. Anda mungkin dapat kesempatan masuk ke dalam Ka’bah. Lazimnya, bila ada di dalam Ka’bah semuanya melakukan shalat sunnah. Lalu ke mana arahnya, ya bebas saja bisa ke mana saja,’’ kata Syam sembari mengaku meski sudah puluhan tahun mengurus haji umrah dan bolak-balik ke Makkah, namun belum dapat kesempatan dapat masuk ke dalam  Ka’bah.

Sedangkan untuk wartawan Republika sebenarnya sudah ada dua orang yang sempat masuk ke dalam Ka’bah. Mereka itu adalah Arys Hilman dan almarhum Damanhuri Zuhri. Mereka dapat masuk ke dalam Ka’bah karena ikut bersama rombongan presiden. Damanhuri malah berkali-kali bisa masuk karena ikut dalam rombongan Presiden Soeharto dan Habibie. Sedangkan Arys Himlan bisa merasakan dan tahu isi dalam ruangan Ka’bah secara langsung karena berserta rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

‘’Ya di dalamnya kosong. Tidak ada apa-apa. Kami masuk bergantian dan shalat sunah di dalam Ka’bah,’’ kata Arys Hilam pada suatu ketika.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement