Senin 15 Apr 2019 12:48 WIB

Bawaslu Identifikasi Lokasi TPS Rawan Saat Pencoblosan

Bawaslu mengingatkan adanya potensi intimidasi kepada pemilih

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, mengatakan saat ini sedang mengidentifikasi sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang berpotensi rawan saat hari pemungutan suara pada Rabu 17 April. Bawaslu mengingatkan adanya potensi intimidasi kepada pemilih di dekat TPS rawan itu.

Menurut Afif, ada sejumlah variabel yang mempengaruhi kerawanan TPS. Salah satunya, TPS yang berada di sekitar posko atau markas pemenangan peserta pemilu tertentu.

"Ini rawan untuk mengarahkan pemilih atau mengintimidasi pemilih sehingga menjadi perhatian kita," ujar Afif ketika dikonfirmasi, Senin (15/4).

Selain itu, lanjut Afif, TPS rawan ini diidentifikasi dari variabel netralitas dan profesionalitas penyelenggara, kesiapan logistik pemilu seperti yang rusak atau potensi kekurangan logistik, politik uang dan SARA. Sehingga, Bawaslu memetakan seluruh TPS rawan untuk persiapan langkah antisipasi.

"Bawaslu sedang menyusun TPS-TPS rawan ini agar bisa diambil langkah-langkah antisipatif sehingga pemungutan suara di TPS berlangsung dengan lancar dan aman," tegas Afif.

Sebelumnya, Afif mengingatkan semua pihak agar tidak menghalangi pemilih menggunakan hak pilihnya pada saat pemungutan suara, Rabu (17/4). Pasalnya, tindakan menghalangi tersebut bisa dipidana sebagaimana diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Kami mengimbau semua pihak tidak boleh melakukan tindakan intimidatif yang menghalangi pemilih menggunakan hak pilihnya karena hal tersebut sudah merupakan tindak pidana," ujar Afifm

Larangan tersebut diatur dalam Pasal 531 UU Pemilu yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.

Afif melanjutkan, intimidasi pada saat pemungutan suara juga bisa dilakukan dengan cara memberi uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu. Menurut Afif, hal tersebut juga bisa dipidana sebagai diatur dalam Pasal 515 UU Pemilu.

"Pidananya bisa penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta bagi setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya agar pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu pada saat pemungutan suara," ungkapnya.

Afif mengharapkan semua pihak bisa menciptakan situasi yang aman, nyaman dan penuh kegembiraaan di TPS sehingga pemilih bisa menggunakan hak pilihnya dengan bebas dan tanpa tekanan. "Setiap orang boleh berpartisipasi mengawasi jalannya pemungutan suara, tetapi kehadirannya di sekitar TPS tidak boleh mengganggu, apalagi melakukan intimidasi pemilih," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement