Ahad 14 Apr 2019 10:44 WIB

Maqam Ibrahim: Mengkaji Artefak Arkeologi

Maqam itu adalah batu pijakan Nabi Ibrahim untuk meletakkan batu pada dinding Ka'bah

Maqam Ibrahim di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh/ca
Maqam Ibrahim di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Nabi Ibrahim alaihissalam disebut beberapa kali dalam Alquran. Salah satunya ketika bersama anaknya, yakni Nabi Ismail alaihissalam membangun Kakbah atau Rumah Allah. Sementara itu, Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam merupakan anak cucu Nabi Ibrahim alaihissalam.

Pada saat membangun dinding Ka'bah, Nabi Ismail alaihissalam mengambil batu-batu dan Nabi Ibrahim alaihissalam memasangnya. Ketika bangunan semakin tinggi, maka Nabi Ismail alaihissalam meletakkan sebuah batu sebagai pijakan bagi Sang Ayah. Telapak kaki Nabi Ibrahim alaihissalam menghasilkan bekas pada batu itu. Batu itu disebut maqam Ibrahim. Al Maqam secara bahasa berarti tempat kaki berpijak atau tempat berdiri. Jadi maqam Ibrahim bukan kuburan Nabi Ibrahim alaihissalam.

Menarik untuk dicermati istilah maqam dan makam. Maqam atau dibaca maqom seperti dijelaskan di atas berarti tempat kaki berpijak. Sementara, makam dalam bahasa Indonesia sering disebut kuburan. Perlu dicermati kuburan-kuburan kuno yang kita jumpai apakah merupakan makam atau maqom.

Kembali ke pembahasan maqam Ibrahim. Dalam buku Tafsir Ibnu Katsir disebutkan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir, dia menceritakan tentang haji Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam. “Ketika Nabi shallallahu ala wassalam melaksanakan thawaf, Umar berkata: ‘Apakah itu maqam bapak kita?’ Beliau menjawab: ‘Ya.’ Umar berkata: ‘Tidakkah kita menjadikannya tempat shalat?’ Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat QS Al-Baqarah (2): 125: “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.”

Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari ‘Amr bin Dinar, ia berkata bahwa dia pernah mendengar Ibnu ‘Umar radiallahu anhu berkata: “Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tiba, beliau mengerjakan thawaf di Ka'bah tujuh putaran dan mengerjakan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.”

Penulis pernah mendengar perbincangan terkait maqam Ibrahim yang letaknya sekitar 10 meter dari dinding Ka’bah. Berapakah tinggi Nabi Ibrahim alaihissalam sehingga dari tempat berdirinya dapat menjangkau dinding Ka’bah?

Dalam buku Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan proses pembangunan Ka’bah. Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi Ismail alaihissalam ketika selesai membangun di satu sisi berpindah ke sisi yang lain. Setiap berpindah ke sisi yang baru, maka batu pijakan pun ikut dipindahkan. Pada sisi terakhir, Nabi Ibrahim alaihissalam tetap meletakkan maqam pada dinding Ka’bah yang terakhir dibangun. Ibnu Katsir (wafat 774 H) berkata: “Dahulu maqam ini melekat pada dinding Ka’bah. Dan tempatnya sekarang dikenal di samping pintu Kakbah dekat Hajar Aswad sebelah kanan bagi orang yang hendak masuk melalui pintu, di sebuah tempat terpisah di situ.” 

Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali bin al-Husain al-Baihaqi, meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha maqam itu pada masa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar radiallahu anhu melekat pada Baitullah (Ka’bah), kemudian Umar bin al-Khaththab radiallahu anhu memundurkannya. Beliau adalah salah seorang dari yang Rasulullah katakan: “Ikutilah dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar.” (Hadits riwayat At Tirmidzi).

Semua orang mengikuti perintah Khalifah Umar mengingat turunnya ayat mengenai maqam Ibrahim merupakan gagasan beliau. Hadits di atas juga menunjukkan keutamaan Khalifah Umar. Beberapa sumber menyatakan, pada periode Khalifah Umar jumlah umat Islam semakin banyak. Untuk memperlancar umat yang thawaf dan umat yang shalat di belakang maqam, maka letak maqam pun dipindahkan.

Dalam buku Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bekas kedua telapak Nabi Ibrahim alaihissalam yang tanpa alas kaki masih tampak jelas oleh orang Arab zaman Jahiliyah. Sahabat Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, Anas bin Malik radiallahu anhu melihat telapak kaki lengkap dengan jari-jemari Nabi Ibrahim alaihissalam. Namun bekas itu kemudian hilang karena terlalu sering disentuh tangan orang.

Muhammad Ilyas Abdul Ghani juga menulis mengenai maqam Ibrahim dalam buku Sejarah Mekkah. Sahabat Jahm ibn Hudzaifah al-Qursyi berkata: “Sungguh, aku tidak pernah melihat sesuatu yang mirip seperti miripnya telapak kaki Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan telapak kaki Ibrahim yang kami lihat di maqam.” Sementara itu, Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: “Aku ini menyerupai anak Ibrahim.” (Hadits riwayat Bukhari).

Thahir al Kurdi (wafat 1400 H), pengaji atau peneliti maqam telah mengukur panjang telapak kaki 22 sentimeter dan lebar 11 sentimeter. Bekas jari-jari kaki tidak terlihat karena maqam dahulu berada di tempat terbuka dan sering disentuh orang.

Maqam Ibrahim masih dapat kita saksikan saat ini. Batunya ditutup atau dilindungi dengan pengaman dari rangka logam. Artefak arkeologi berupa bekas telapak kaki itu menjadi bukti ukuran telapak kaki dan perkiraan tinggi Nabi Ibrahim alaihissalam kurang lebih sama dengan orang zaman sekarang. Demikian pula halnya dapat diperkirakan ukuran telapak kaki dan tinggi Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

TENTANG PENULIS

ALI AKBAR, Doktor arkeologi lulusan Universitas Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement