Kamis 11 Apr 2019 00:25 WIB

Dua Tahun Kasus Novel Berlalu, Presiden Didesak Bentuk TGPF

Pada 11 April , tepat dua tahun kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan berbicara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Foto:
Perlindungan Pejuang Keadilan. Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan paparan saat diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11).

Penyidik senior di KPK Novel Baswedan akhir pekan lalu mengungkapkan rasa kecewanya kepada Presiden Jokowi. Rasa putus asa tersebut, kata dia, bakal semakin dalam melihat fakta kasus penyiraman air keras yang dialaminya, tak juga melaju ke ranah hukum dan pengungkapan.

“Sekarang begini, kira-kira kalau sudah menunggu dua tahun, Presiden (Jokowi) mau apa lagi? Bukankah semakin lama, akan semakin sulit untuk terungkap,” kata Novel kepada Republika saat ditemui di acara Amnesty Internasional di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Sabtu (6/4).

Novel menilai, Tim Gabungan Kasus Novel bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah terbukti tanpa hasil. “Jadi setelah dua tahun (tidak terungkap), tidak ada alasan lagi bagi Presiden untuk menunggu, untuk segera membentuk TGPF,” sambung dia.

Harapan agar perwakilan masyarakat, dan pegiat HAM yang ada di Tim Gabungan mampu bekerja sesuai harapan, pun mentah bagi Novel. Sambil terkekeh Novel mengatakan, Tim Gabungan bentukan Kapolri, bukan tim independen yang berisikan orang-orang tak objektif dalam usaha pengungkapan kasusnya.

Loh, orang-orang sipil di tim itu kan orang-orang Kapolri semua. Jadi bukan orang-orang yang independen. Semuanya staf ahli Kapolri. Prof Kiki staf ahli Kapolri, Prof Seno Adji staf ahli Kapolri. Jadi yang bukan orang-orang Polri yang mana? Kompolnas (sambil terkekeh)? Jadi saya mengertilah, orang-orangnya yang mana orangnya Kapolri. Jadi ada keterikatan, yang membuat mereka tidak objektiflah,” ujar Novel.

Novel mengatakan, pembentukan TGPF satu-satunya jalan mengungkap fakta hukum tentang tragedi penyiraman air keras yang menimpanya. Penyidik 41 tahun itu menjelaskan, pembentukan TGPF akan lebih objektif menguak siapa pelaku, bahkan aktor intelektual aksi kejahatan tersebut.

Novel menerangkan, pembentukan TGPF bukan desakan subjektif darinya sebagai korban. Namun lebih dari itu. Kata dia, TGPF bentukan Presiden memberikan jaminan adanya perlindungan bagi pemberantasan korupsi.

“Dan (TGPF) ini bukan persoalan saya. Ini masalah pemberantasan korupsi yang diganjal, diganggu, dan digagalkan,” kata Novel.

Ia pun bertanya-tanya sikap Presiden Jokowi mengapa tampak berat pikir membentuk tim yang objektif demi pengungkapan skandal kejahatan sistematis terhadap dirinya. “Terus apakah Presiden hanya mau diam? Kalau Presiden tetap diam, saya hanya mau menyampaikan, terlalulah sudah,” kata Novel.

Republika mencoba menemui Irjen Nico Afinto pada diskusi tentang Pemilu 2019 yang digawangi oleh SETARA Institute, di Jakarta Pusat pada Jumat (5/4). Ketika ditanya mengenai proses pengungkapan kasus Novel, Nico tak bersedia menjawab.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Nico ketika Republika mempertanyakan apa hasil tiga bulan penyelidikan Tim Gabungan kasus Novel. Nico, pun tetap bergeming ketika Republika bertanya, tentang apakah dirinya masih berada dalam struktur Tim Gabungan tersebut.

Aksi diam dan memilih mengejar lift, akhirnya ia lakukan saat Republika bertanya tentang target tiga bulan tersisa masa kerja Tim Gabungan.

Di lokasi yang sama, Hendardi mencoba menjelaskan. Kepada Republika, ia mengatakan, Tim Gabungan bukan tak bekerja. Hendardi yang juga Kepala Badan Pengurus SETARA Institute menyampaikan, Tim Gabungan masih terus melakukan penyelidikan di sejumlah kota untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.

Penyelidikan saat ini, kata dia, baru sebatas memeriksa saksi-saksi yang tersebar di Jakarta, Bekasi, dan bahkan di Ambon. Ia meminta agar masyarakat, dan Novel tak pesimistis dalam pengungkapan kasus tersebut.

“Kalau hasil, terus terang, saya belum bisa menyampaikan. Tetapi kami bekerja. Tim masih terus bekerja,” kata Hendardi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement