REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2030 diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi, di mana angkatan usia produktif akan mendominasi populasi penduduk dan menjadi penyangga perekonomian. Bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia yaitu Angkatan usia produktif (15-64 tahun) yang diprediksi mencapai 68 persen dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9 persen.
Tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,81 atau tumbuh 0,90 persen dibandingkan tahun 2016. Peningkatan IPM menandakan harapan untuk hidup, baik dari dimensi kesehatan, harapan hidup, sekolah, maupun hidup layak semakin panjang.
Untuk menjaga bonus demografi yang akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dari sisi kesehatan, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika terus gencar mengkampanyekan prevalensi stunting. Plt Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rosarita Niken Widiastuti menegaskan pemerintah terus melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini.
“Presiden Joko Widodo juga mengatakan pemerintah terus bekerja memastikan bahwa setiap anak Indonesia dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi yang cukup, bebas dari stunting atau tumbuh kerdil,” ujar Niken dalam rilisnya, Rabu (10/4).
Menurut Niken, penanganan stunting ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang tengah menghadapi Bonus Demografi. “Perlu diketahui, Tahun 2030 diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi. Namun, potensi itu menjadi sia-sia apabila SDM mengalami stunting. Bisa dikatakan jika seseorang telah terkena stunting maka mereka kalah sebelum ikut kompetisi,” sambung Niken.
Niken melanjutkan, masa emas pencegahan stunting pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Oleh karenanya, ia berpesan agar sejak hamil ibu-ibu harus rutin cek kehamilan ke posyandu dan minum suplemen zat Besi, memberikan ASI ekslusif dan gizi yang seimbang.
“Intinya, kita semua dapat mencegah seorang anak mengalami gizi buruk. Ingat, balita kita pasif, orang tuanya harus yang aktif memberikan pola asuh terbaik. Kegagalan sejak dini, adalah kegagalan bagi dirinya dan masa depanya,” ujarnya.
Mengacu Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, ada 13 kementerian yang sesuai tugas pokok dan fungsinya melakukan pencegahan stunting. Pemerintah sampai tahun 2019, menetapkan 160 Kabupaten/Kota yang menjadi daerah prioritas penanganan stunting yang melingkupi 1.600 desa.
Upaya pemerintah mencegah stunting dilakukan melalui program, pertama Peningkatan Gizi Masyarakat melalui program Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk meningkatkan status gizi anak. Kementerian Kesehatan merilis, 725 ribu ibu hamil yang mendapatkan PMT untuk ibu hamil dan balita kurus di Papua dan Papua Barat, Surveilans Gizi pada 514 Kabupaten/Kota dan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada 514 Kabupaten/Kota.
Kedua, Sanitasi berbasis Lingkungan melalui peningkatan kualitas sanitas lingkungan di 250 desa pada 60 Kabupaten/Kota, dengan target prioritas pada desa yang tingkat prevalensi stuntingnya tinggi. Ketiga, anggaran setiap desa dalam program ini sebesar 100 juta, dengan target minimal 20 KK terlayani jamban individu sehat dan cuci tangan pakai sabun dan kebijakan yang menyasar kepada warga miskin agar ada perubahan perilaku.
Keempat, pembangunan infastruktur. Pemerintah membangun infrastruktur air minum dan sanitasi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, salah satunya mencegah stunting. Dalam empat tahun telah membangun Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat Pengolahan Air (TPA), dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS).
Direktur Informasi dan Komunikasi PMK, Ditjen IKP Kemenkominfo Wiryanta menambahkan, Kementerian Kominfo sesuai amanat ratas sebagai koordinator kampanye nasional, telah melakukan kampanye menggunakan berbagai media, TV, radio, media cetak dan online, medsos sampai pertunjukan rakyat dan forum. Pada Tahun 2018, pada cakupan wilayah pada daerah prioritas sekitar 100 Kabupaten/Kota.
“Kita juga mempunyai gerakan sosial 3P (PEDULI, PAHAMI dan PARTISIPASI). hal ini bisa membantu mengurangi keberadaan gizi buruk. PEDULI, mulai peduli lingkungan sekitar, lihat kondisi balita di keluarga atau lingkungan sekitar. PAHAMI, carilah informasi sebanyak mungkin, melalui media apapun tentang stunting atau kekurangan gizi kronik ini. Terakhir, BERPARTISIPASI, berikan informasi yang benar pada keluarganya dan edukasi mereka," ujar dia.
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis menahun sejak dari awal kehamilan. Stunting berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 6,4 persen.
Dari angka 37,2 persen (Tahun 2013) menjadi 30,8 persen (Tahun 2018). Data terbaru dari pemerintah, balita dengan stunting yang tinggi masih banyak di pedesaan, namun angkanya berbeda tipis dengan perkotaan. Sejauh ini, hanya ada satu provinsi yang tidak mengalami Gizi Kronik atau stunting yaitu DKI Jakarta.