REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Fakta bahwa laut Indonesia banyak terdapat banyak sampah plastik tak bisa lagi dimungkiri. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Plastik. Karena itu, ia mengajak pesantren berkontribusi untuk melaksanakannya.
"Karena ada perpres ini, semua warga negara punya kewajiban melaksanakannya, termasuk juga para santri," kata dia saat melakukan kunjungan ke Pesantren KHZ Musthafa Sukamanah, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (10/4).
Menurut dia, pendidikan pengurangan sampah plastik bisa dimulai dari pesantren, di mana para santri menimba pendidikan. Dengan begitu, ketika pulang ke rumah, para santri bisa menularkan kepada keluarganya.
Ia mencontohkan, jika di Kabupaten Tasik ada 100 ribu keluarga, sampah yang dihasilkan per hari bisa mencapai 1 juta plastik. Bahkan, ada pihak-pihak yang meramalkan bahwa sungai Indonesia akan lebih banyak diisi sampah plastik daripada ikan.
Karena itu, ia mengajak para santri untuk berperan aktif mengurangi sampah plastik. "Pakai tas anyaman. Sedotan juga enggak usah dipakai. Kalau ada yang masih pakai plastik, pahahal ada gelas, dibully saja," kata dia.
Susi menegaskan, tinggal jauh dari laut bukan berarti tak berkontribusi menyumbang sampah plastik ke laut. Ia mencontohkan, jika warga Kabupaten Tasik tetap membuang sembarangan, plastik itu akan berakhir di Sungai Citanduy, yang bermuara di Kabupaten Pangandaran.
"Masa, saya ke sini kasih bibit, orang Tasik kirim Kresek ke Pangandaran," kata menteri asal Pangandaran itu.
Pimpinan Pondok Pesantren KHZ Musthafa Sukamanah Acep Thohir Fuad mengakui, masih banyak santrinya yang mengonsumsi plastik dan abai untuk membuang sampah pada tempatnya. Padahal, pesantren merupakan tempat yang mengajarkan pendidikan.
"Kan sumber ketertiban itu juga dari pesantren. Harusnya pesantren merasa malu. Kan kebersihan sebagian dari iman, tapi pesantren sendiri yang pertama melanggar," kata dia.
Pondok Pesantren KHZ Musthafa sendiri memiliki sekitar 1.500 santri. Acep mengatakan, jika semua santri mengonsumsi plastik, bisa dibayangkan sampah yang akan dihasilkan. "Kita harus siap bangkit untuk mengurangi sampah," kata dia.
Menurut dia, tak menutup kemungkinan pesantrennya akan mengeluarkan aturan tak boleh lagi menggunakan plastik untuk kegiatan sehari-hari. Namun, harus juga ada regulasi dari pemerintah daerah untuk melakukan itu. Pasalnya, penggunaan plastik selama ini sudah menjadi kebiasaan banyak orang.
Sementara ini, lanjut dia, pesantrennya akan terus melakukan sosialisasi dan menanamkan pendidikan untuk mengurangi plastik. Dengan begitu, kesadaran para santri dapat tumbuh dengan sendirinya.
Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya Iin Aminudin mengakui, belum ada regulasi di tingkat Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang mengatur pengurangan sampah plastik. Namun, menurut dia, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya sedang merumuskan aturan terkait Perpres Nomor 83 Tahun 2018.
"Kemarin juga kita sudah instruksikan Dinas Lingkungan Hidup untuk pengurangan penggunaan alat dari plastik. Sekarang kita sedang rumuskan kebijakannya," kata dia.
Ia mengatakan, kemungkinan aturan itu tak langsung merupakan larangan bagi masyarakat untuk menggunakan plastik. Menurut dia, aturan pelarangan plastik harus dilakukan bertahap, mulai dari instruksi.
Namun, Iin berjanji Pemkab Tasikmalaya akan terus melakukan sosialisasi terkait pengurangan sampah plastik. "Sosialisasi juga terus kita lakukan. Apalagi ke pesantren, mereka adalah sasaran penting untuk menyosialisasikan ini," kata dia.