REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menanggapi pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang memintanya membuktikan proyek lintas rel terpadu (LRT) Jabodebek menjadi penyebab banjir. Ia mengatakan, banjir bukan disebabkan pembangunan LRT, melainkan ketersediaan pompa untuk mencegah banjir yang kurang.
"Persoalannya bukan LRT-nya. Namun, persoalannya adalah kurang pompa. Karena pompanya kurang, terjadi banjir. Yang kurang menyediakan pompa adalah pihak kontraktor LRT," kata Anies di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut dia, seharusnya kontraktor proyek LRT menyediakan pompa agar tak terjadi genangan air hingga banjir di sekitar area pembangunan. Saat peninjauannya ke jalan layang Pancoran dan bawah pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang dilakukannya pada Kamis (28/3) lalu, Anies menemukan pilar atau tiang pancang proyek LRT menutupi saluran air.
Anies juga menemukan ketersediaan pompa yang minim. Menurut dia, dirinya tidak menyalahkan tiang pancang proyek LRT Jabodebek yang menutupi saluran air. Sebab, jika pompa tersedia dalam jumlah yang cukup, pompa-pompa bisa menyedot genangan saat terjadi hujan.
"Jadi, pompanya harus diberesin, bukan LRT-nya, tapi kontraktor dalam konstruksi. Sudahlah kita ini kerja bersama, semua kerja bersama karena itu kondisi di lapangan menunjukkan seperti itu," kata Anies.
Sebelumnya, Menhub Budi Karya Sumadi tak setuju proyek LRT Jabodebek sebagai penyebab genangan air di sekitar proyek tersebut. Ia justru meminta Anies lebih teliti lagi dalam menyimpulkan penyebab genangan air itu.
“Saya minta Pak Gubernur (Anies) meneliti lebih jauh. Kalau berstatement kan ada buktinya,” kata Budi di Pelabuhan Tanjung Priok, Ahad (7/4) lalu.
Dia menjelaskan, pembangunan LRT seharusnya sudah sesuai mekanisme yang tepat sehingga tidak berdampak negatif. Budi memastikan pembangunan LRT Jabodebek sudah dilakukan dengan perencanaan baik.
Berdasarkan pantauan Republika pada Selasa (9/4), pembangunan LRT dari perempatan Pancoran sampai lintas bawah Cawang masih dalam tahap pengerukan tanah. Para pekerja pun tak terlihat yang bekerja, apalagi yang menjaga pembangunan LRT ini.
Terdapat papan berwarna hijau yang menandakan setiap pembangunan LRT. Salah satunya, LRT P 126 sampai LRT P 128 yang merupakan titik genangan atau banjir, tepatnya dekat dengan lintas bawah Cawang. Dalam pembangunan tersebut ada lubang yang dipenuhi air, kayu, dan tanah.
Tidak hanya itu, terdapat tanah yang terkikis di LRT P 128 akibat pembangunan saluran air. Tanah tersebut berasal dari lapangan kantor Mulia Bisnis, Pancoran, Jakarta Selatan. Seng-seng putih tetap menutupi proyek pembangunan LRT sehingga membuat jalanan sempit dan menimbulkan kemacetan.
Petugas mandor borongan yang bekerja sama dengan pihak PT Adhi Karya bagian LRT P 124 sampai LRT P 135, Teguh Santoso, mengatakan, genangan air meluap ke jalanan disebabkan tanah proyek pembangunan LRT P 133 tidak memiliki saluran air atau buntu.
“Nah, sekarang LRT P 133 sudah digali tanahnya biar airnya mengalir ke LRT P 131 dan pembuangan terakhir ke LRT P 128,” kata Teguh kepada Republika, Selasa.
Teguh menambahkan, munculnya banjir juga disebabkan rendahnya dataran jalanan sekitar Cawang dan saluran air yang kurang besar. Sehingga air meluap jika sedang musim hujan.
Menurut dia, jika tidak mau terjadi banjir, jalanan di sekitar Cawang harus ditinggikan, sedangkan untuk pembangunan saluran air harus memakai beton berbentuk leter U. “Kalau ini kan pakai beton, tapi bentuknya bulat. Jadi, kurang luas untuk saluran air,” ujar dia.
Pembangunan saluran yang dibangun sekitar tingginya kurang lebih satu meter serta lebarnya 80 sentimeter. Maka dari itu, kata dia, pembangunan saluran ini harus lebih lebar agar air mengalir secara cepat. “ Ya saya mah ikuti saja mau dibentuk seperti apa. Itu hanya saran,” ujarnya.
Sementara, pekerja PT Adhi Karya, Sukma, mengatakan, terjadinya genangan air di jalan sekitar Cawang disebabkan hanya ada dua pompa air untuk pembangunan LRT. “Baru ditambah lagi. Kemarin nih tiga pompa air. Jadinya, punya lima (pompa). Dua hari saya lembur sama teman buat nyedot air,” kata Sukma.
Sukma menambahkan, nantinya saluran air yang memiliki kedalaman empat meter ini akan dipasangi gorong-gorong. Pembangunan saluran air untuk proyek LRT P 128 sudah selesai, sedangkan LRT P 127 dan LRT P 126 masih dalam proses.
“Ya kalau hujan, kami enggak bekerja, ngeri juga tanahnya longsor. Makanya, tanah yang sekiranya membahayakan dicor dinding tanahnya,” ujar dia. Sukma mengaku tidak mengetahui aliran air ini akan dibuang ke arah mana. Sebab, ia hanya pekerja yang hanya menerima perintah dari atasan.
Sementara, pengamat tata ruang, Nirwono Yoga, mengatakan, dari awal pembangunan LRT harus ada analisis dampak lingkungan (amdal) serta ada pengawasan dan pengendalian dari dinas terkait untuk saluran air.
“Ya harusnya bagian internal pemda introspeksi. Jangan hanya menyalahkan kontraktor. Kontraktor kan hanya menerima perintah dan arahan dari pemda,” kata Nirwono.
Nirwono menambahkan, pembangunan apa pun jika tidak direncanakan dengan baik dan matang akan terjadi hal-hal yang merugikan masyarakat. Biasakan untuk merencanakan pembangunan dengan risiko atau dampak ke depannya seperti apa.
“Dicek coba saluran airnya harus dibuang ke mana, antisipasinya apa. Sudah ada amdalnya belum. Kalau gini kan terbaca semuanya tidak bekerja sama dengan baik,” ujar dia.