Rabu 10 Apr 2019 05:01 WIB

Arah Kiblat, Islamofobia: Logika Pengaburan Sejarah

Islamfobia muncul dari klaim arah kibat hingga soal sejarah yang terkesan sepele.

Suku berber penghuni gurun pasir di Afrika Utara.
Foto: wikipedia
Suku berber penghuni gurun pasir di Afrika Utara.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku

Saya terkesiap ketika mendengar Antonia, local guide di Malaga, mengatakan, Abdurahman I karena dendamnya pada Bani Abbasiyah lalu membuat kiblat Masjid Cordoba tidak menghadap ke Ka’bah yang ada di kota Makkah. Melainkan agak menyerong, supaya tidak sama dengan yang dilakukan Daulah Abbasiyah di Baghdad.

Saya pun langsung menyanggahnya dengan keras. “Sepertinya kamu banyak tahu tentang Daulah Umayyah,” tanggap Antonia.

“Kalau tentang arah kiblat Masjid Cordoba, ini bukan sekadar tentang sejarah Daulah Umayyah, tapi ini masalah prinsip. Kami tidak mungkin shalat tidak menghadap ke arah Ka’bah. Itu prinsip,” tegas saya.

Fakta sejarahnya, ketika Masjid Cordoba dibangun, ada gereja kecil di dekatnya. Bila seluruh bangunan akan dibuat menghadap ke arah Makkah, maka gereja itu harus dihancurkan.

Abdurrahman I atau Abdurrahman Ad-Dakil tidak menginginkan itu. Ia membiarkan gereja itu tetap di tempatnya. Dari luar bangunan masjid memang tidak lurus ke arah Mekkah, namun mihrab dan shaf di dalamnya tetap menghadap kiblat.

Semakin saya pancing dengan beragam pertanyaan, semakin banyak jawaban Antonia yang tidak sesuai.

Tak hanya dengan Antonia di kota Malaga. Dengan Carmen di kota Toledo. Atau dengan Rodrigo di kota Cordoba. Saya selalu “tegang” dengan para local guide itu gegara mereka menjelaskan sejarah Andalusia dengan sangat bias. Penuh tendensi.

Bermacam cara dilakukan untuk mengaburkan fakta sejarah. Tak hanya kontennya yang dituturkan dari generasi ke generasi dengan cara yang sangat bias. Namun juga dari perspektif Barat yang berbalut Islamofobia.

Penamaan dan penggunaan istilah tertentu bernada pejoratif (merendahkan) juga dilakukan, tanpa umat Islam paham maknanya.

Sebutlah penggunaan istilah bangsa Barbar untuk menunjukkan suatu bangsa yang liar. Tidak punya aturan. Buas. Perusak, dan seterusnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan arti kata barbar adalah tidak beradab: bangsa -- , bangsa yang belum beradab (sifatnya kasar dan kejam)

Padahal, suku Barbar atau sering juga ditulis Berber atau Barber adalah salah satu suku di Afrika Utara yang menurunkan pahlawan pembebas semenanjung Iberia, Thariq ibn Ziyad dan para syuhada yang berjuang bersamanya.

Secara fisik penampilan orang-orang dari suku ini sangat menarik perhatian. Bertubuh tinggi besar. Berkulit putih. Bermata cokelat. Seperti profil bintang sepakbola asal Prancis Zinedine Zidane, yang leluhurnya merupakan suku Barber.

Alangkah jauhnya pemaknaan bangsa barbar yang dipahami saat ini dengan realitas sejarahnya.

Lalu ada Barbarossa atau Barbosa Si Bajak Laut. Dalam film The Pirates Of Caribiean diceritakan ia adalah salah satu bajak laut musuh bebuyutan Jack Sparrow, yang kemudian menjadi sekutunya. Barbosa ini bajak laut yang selalu dikerjain dalam film tersebut.

Faktanya, ada dua nama Barbarossa, yakni Hayreddin Barbarossa dan Oruç Barbarossa. Keduanya adalah pahlawan Islam.

Kakak adik pelaut ulung inilah yang berhasil menyeberangkan para pengungsi Andalusia dari penindasan Isabel dan Ferdinand di masa Reconquista ke Afrika Utara.

Kemudian dengan bantuan Daulah Utsmani, Oruç berhasil merebut Aljir pada 1516 dan menjadi sultan Aljir. Hanya dua tahun berkuasa, ia syahid oleh tentara Isabel dan Ferdinand.

Tampuk kepemimpinan lalu dilanjutkan adiknya Hayreddin (1478–1546). Ia berjuang selama 30 tahun memerangi pasukan Spanyol dan berhasil meluaskan wilayah Daulah Utsmani dari Laut Hitam sampai Pantai Atlantik di Maroko.

Coba tanyakan pada milenial penggemar film yang dibintangi Johnny Depp itu, siapkah Barbarossa? Adakah yang masih mengetahui itu adalah pahlawan yang menyelamatkan saudara-saudara kita dari tragedi Andalusia?

Di belahan bumi lain, juga ada pahlawan Muslim bernama Zombie atau Zumbi. Tepatnya di Brazil. Ia hidup sekitar tahun 1643, dan berhasil mendirikan sebuah pemerintahan Islam di sana.

Pasukan Portugis yang menguasai Amerika Selatan telah berusaha menghapuskan Islam dengan secgala cara. Agama yang banyak dianut para budak perkebunan tebu yang dibawa dari Afrika. Zumbi lah yang membangkitkan kembali cahaya Hidayah di wilayah tersebut.

Namun, nama Sang Pahlawan ini kemudian didiskreditkan menjadi sosok mayat hidup yang suka memakan otak manusia.

Dalam benak banyak generasi muda Muslim sekarang, yang dipahami tentang zombie adalah seperti penggambaran dalam serial The Walking Dead atau film box office Korea Train to Busan.

Ayo, pahami sejarah, supaya kita tidak terjebak menggunakan istilah yang salah. Yang akan mengaburkan nama besar para pahlawan yang telah mengorbankan darah dan air matanya untuk tegaknya agama Allah.

Jakarta, 8/4/2019

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement