Selasa 09 Apr 2019 06:04 WIB

Mampukah Menahan Godaan Belanja Ramadhan Tahun Ini?

Ramadhan seharusnya menjadi momen untuk fokus beribadah.

 Indira Rezkisari
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Indira Rezkisari*

Bagi warga kota besar Ramadhan terasa sudah dekat ketika mini market  sudah mulai memajang sirup dan kue kaleng di rak khusus. Sirup dan kue kaleng memang identik dengan Ramadhan dan Idul Fitri.

Rasanya belum afdol kalau tidak berbuka puasa dengan es buah bersirup manis, serta membawa hantaran kue kaleng ketika ber-Idul Fitri ke keluarga atau kerabat.

Ramadhan dan Lebaran adalah momen yang disambut pelaku ekonomi dan dipersiapkan dengan matang oleh mereka. Selama satu bulan pasalnya masyarakat Indonesia tidak hanya menjalani ibadah puasa, tapi sekaligus melakukan pengeluaran uang yang jumlahnya melebihi bulan lainnya.

Momen Ramadhan dan Lebaran umumnya menjadi masa konsumtif masyarakat se-Indonesia.

Data mencatat, traffic belanja daring saat Ramadhan tahun lalu meningkat. Salah satu perniagaan elektronik yang merasakan kenaikannya adalah Shopback Indonesia. Tahun lalu traffic meningkat hingga 10 persen sejak sebulan jelang Ramadhan.

Data yang sama mencatat, perniagaan elektronik lain seperti Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan Bilibi juga menunjukkan aktivitas traffic yang meningkat sebulan jelang Ramadhan.

Survei Nielsen pada Ramadhan tahun lalu mencatat perilaku belanja daring masyarakat. Menurut Nielsen, konsumen lebih banyak membeli produk makanan, minuman, perabot rumah, pakaian, dan produk yang berhubungan dengan liburan jelang Lebaran.

Nielsen juga menemukan angka pembelian ponsel jelang Hari Raya meningkat tujuh persen. Kepemilikan mobil juga naik 21 persen.

Ramadhan dan Lebaran memang istimewa, pada tahun lalu perputaran uang serta bisnis jasa dan dagang terkait Ramadhan dan Hari Raya tercatat mendorong perekonomian Indonesia. Angkanya tumbuh hingga 5 persen selama kuartal kedua tahun lalu.

Tahun lalu Bank Indonesia menyebut uang kartal kebutuhannya mencapai Rp 188 triliun di momen Ramadhan dan Lebaran. Jumlah tersebut naik 15,3 persen dari periode yang sama di 2017.

Adakah yang salah dengan itu semua? Bukankah Ramadhan seharusnya menjadi momen untuk lebih banyak berserah diri, fokus pada ibadah, bukan fokus pada makanan apa untuk berbuka. Fokus pada upaya memperbaiki diri, bukan sibuk mencari pakaian untuk undangan buka puasa.

Bagi banyak orang, momen Ramadhan dan Lebaran mungkin jadi satu-satunya waktu ada uang lebih untuk membahagiakan keluarga. Tidak sedikit karyawan yang hanya mendapatkan gaji ke-13 saat Lebaran saja. Lain tentu dengan pekerja yang diberi rezeki lebih dalam bentuk bonus perusahaan.

Tak heran kalau THR pun ingin digunakan untuk membeli pakaian, makanan yang lebih nikmat dari biasanya, atau membeli gawai yang di bulan-bulan lain tidak ada anggarannya. Rasanya menikmati momen kemenangan Lebaran mungkin lebih terasa nikmat karena bisa berbaju baru dan makan enak.

Perencana keuangan Ari Adil pernah menyarankan untuk menganggarkan keperluan Ramadhan dan Hari Raya sebanyak 30 persen saja dari THR. Artinya, pengeluaran untuk makan di luar seperti buka bersama, baju baru, kebutuhan mudik, harus diambil dari 30 persen dana tersebut. Anda jadi perlu menetapkan skala prioritas untuk urusan buka puasa bersama, mungkin Anda tidak perlu menuruti semua undangan buka puasa.

Saran lainnya adalah cerdas berbelanja kebutuhan Ramadhan dan Hari Raya agar pengeluaran efisien. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah berbelanja dengan mencari diskon besar yang biasanya ramai ditawarkan selama bulan Ramadhan. Strategi ini diharapkan dapat tetap menikmati barang yang sama tetapi dengan harga yang lebih murah sehingga pengeluaran lebih terjaga.

Hal terpenting dalam mengontrol keuangan selama bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri adalah juga menahan keinginan untuk membeli sesuatu yang tidak kita butuhkan dengan berputar balik untuk berpikir kembali selama 5 menit. Hal ini dilakukan agar keputusan pembelian dilakukan secara bijak untuk mengindari penyesalan setelah pembelian.

Lalu apa yang bisa digunakan dengan sisa 70 persen THR lainnya? Ari menyarankan uangnya digunakan untuk zakat, sedekah, membayar utang, serta menabung atau berinvestasi. Persentasenya bisa disesuaikan dengan kebutuhan tiap individu.

Hari Raya memang hari kemenangan. Memaknainya namun tak melulu dengan pakaian baru, gawai baru, sampai kendaraan yang baru.

Memiliki uang berlebih yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain bisa jadi bentuk kemenangan. Karena berhasil melawan godaan barang-barang konsumtif.

*penulis adalah redaktur gaya hidup di Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement