Senin 08 Apr 2019 06:48 WIB

Menjaga Amanah Seperti Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab mencontohkan memberi keadilan yang seadil-adilnya.

Agung Sasongko
Foto: dok. Republika
Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Sasongko*

Suatu hari, dikisahkan Umar bin Khattab ra berdialog dengan anak seorang penggembala kambing. Umar ketika itu telah menjabat sebagai seorang khalifah. Sebagai amirul mukminin, Umar sadar betul dengan amanah yang diembannya.

Beliau begitu mendalami apa yang dilakukan junjungannya Rasulullah SAW dalam mengemban amanah. Tak heran beberapa kisah yang kerap kita dengar mencerminkan keistimewaan Umar usai memeluk Islam dan menimba ilmu dari baginda Rasul.

Singkat cerita, Umar seperti biasa kelakukan kunjungan ke luar kota guna melihat secara langsung kondisi rakyatnya. Dalam kunjungan itu, Umar bertemu dengan seorang anak yang tengah menggembala kambing. Dilihatnya, begitu banyak anak kambing yang dijaga oleh anak tersebut.

Umar berkata, "Wahai pengembala, banyak sekali kambing-kambingmu.  Bersediakah kamu menjual seekor kambingmu itu kepadaku?"

"Maaf tuan,  kambing-kambing ini bukan milikku. Aku hanya pengembala yang bekerja menerima upah saja. Kambing-kambing yang banyak ini adalah milik tuanku," jawab pengembala itu.

Umar pun terus membujuk pengembala itu untuk menjual kambing-kambing yang digembalakannya. Dia pun berkata, "Wahai pengembala, majikanmu tidak akan tahu jika kamu menjualnya kepadaku seekor saja. Karena tidak ada  orang  yang tahu jika kamu menjual seekor kambing milik majikanmu kepadaku."

Si pengembala menatap wajah Umar. Dia pun berkata, "Wahai tuan, engkau benar tidak ada satu pun orang yang tahu  jika aku menjual seekor kambing milik majikanku. Tapi, di mana Allah, tuan? Dia selalu melihat apa yang diperbuat oleh makhluk-Nya."

Seketika itu Umar bin Khattab meneteskan air mata. Dia sangat kagum dengan kejujuran si pengembala yang tidak mau melakukan tindakan yang tidak terpuji.

Kemudian khalifah Umar bin Khattab  pun meminta kepada si pengembala untuk mengantarkannya kepada sang pemilik kambing-kambing itu. Setelah sampai di tempat yang dituju, maka Umar bin Khattab bertanya kepada pemilik kambing tersebut, "Apakah saya boleh menebus budak pengembala ini, dengan maksud untuk saya merdekakan?"

Jawab sang majikan, " Boleh saja, asal cocok saja tebusannya."

Setelah terjadi tawar menawar, khalifah Umar bin Khattab pun membeli si pengembala itu.  Selain itu, dia pun membeli beberapa ekor kambing milik majikan si pengembala.

Kemudian dia pun  pun berkata anak ( si pengembala), "Sekarang kamu sudah saya tebus dan kamu akan saya merdekakan. Saya kagum dengan keteguhanmu dalam memegang amanah."  Umar  bin Khattab pun  menyerahkan beberapa ekor kambing yang dibelinya kepada si pengembala.

Anak itu (pengembala), sangat senang sekali mendengar perkataan Umar  bin Khattab. Dia merasa takjub terhadap kebaikan Umar yang baik hati, dan barulah kemudian  dia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang khalifah.  Si pengembala itu pun menngucapkan terima kasih atas kebaikan Umar yang telah membebaskan dirinya dan memberikan beberapa ekor kambing.

Dari kisah ini, hikmah yang bisa kita petik adalah pentingnya amanah dalam kehidupan. Amanah ini lahir tidak sendirinya, melainkan melalui pondasi yang kuat yakni ketakwaan terhadap Allah. Kalau pondasi ini rapuh, akan rapuh pula amanah yang diembannya. Berapa banyak contoh di sekitar kita, amanah yang begitu mudahnya dikhianati.

Banyak elite kita yang begitu manis mengabarkan kebaikan ketika menjalani prosesi menjadi penguasa. Ketika mereka berada di titik penguasa, bisikan kanan dan kiri akhirnya amanah itu dikhianati. Rakyat pun kecewa, sang penguasa tetapi saja bergelimang kesenangan dunia.

Umar pula yang mengingatkan kita betapa amanah ini akan menjadi saksi kita di hari akhir. Inilah yang selalu diingatkan Umar kepada para gubernur yang memimpin wilayah Islam waktu itu. Hebatnya, para sahabat yang diamanahkan itu tak pernah marah ketika diingatkan Umar. Mereka justru gemetar dengan kritik Umar.

Inilah yang dialami Amru bin Ash ketika diamanahkan menjadi gubernur Mesir. Saat itu, beliau berencana membangun Masjid bagi kota yang baru saja dimulai pembangunannya  Hanya saja di atas lahan tersebut terdapat sebuah gubuk milik seorang Yahudi tua.

Sang pemilik menolak gagasan itu. Lantaran tak digubris, Amru bin Ash memerintahkan pembongkaran paksa atas gubuk reot tersebut. Yahudi tua itu pun memutuskan untuk mengadu ke Khalifah Umar Bin Khattab di Madinah meminta keadilan.

Setelah mengadukan masalahnya, khalifah Umar memintanya untuk mengambil sepotong tulang, lalu dengan ujung pedangnya Umar menorehkan garis lurus di potongan tulang tersebut dan meminta Yahudi tua tersebut memberikan tulang itu langsung ke Gubernur Amru bin Ash di Mesir.

Seketika setelah menerima potongan tulang dari Yahudi tua itu, Gubernur Amru bin Ash pucat pasi dan serta merta memerintahkan semua bawahannya untuk mengentikan pembangunan masjid di lahan Yahudi tua tersebut dan memerintahkan menghancurkan bangunan masjid yang sudah setengah jadi berdiri disana.  Kontan saja tindakan itu membuat Yahudi tua itu terhenyak dalam keheran yang bertubi tubi sejak dia bertemu dengan Khalifah Umar bin Khattab di Madinah.

Gubernur Amru bin Ash yang kemudian menjelaskan semuanya setelah meminta maaf. Beliau menjelaskan bahwa tulang yang diserahkan Yahudi tua itu adalah perintah langsung dari Khalifah kepada dirinya selaku gubernur, untuk senantiasa bertindak adil, bertindak lurus baik dari kalangan atas sampai kalangan paling bawah seperti hurup alif yang digoreskan khalifah Umar di atas tulang tersebut.

Bilamana tak mampu menjalankan amanah dengan adil maka pedang khalifah Umar sendiri yang akan memenggal kepalanya. Itu sebabnya Gubernur Amru bin Ash langsung pucat pasi menerima peringatan langsung dari Khalifah tersebut.

Sudah seharusnya pemimpin dengan amanah yang diembannya mendengarkan keluhan rakyatnya. Memberikan mereka keadilan yang seadil-adilnya. Bukan memberi contoh sikap arogan ketika menampilkan wajah kekuasaan. Semoga, pada hajat demokrasi mendatang melahirkan pemimpin yang amanah. Yang tak hanya memberi janji manis tetapi coba mewujudkannya. Wallahualam bis shawab.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement