Jumat 05 Apr 2019 19:03 WIB

Keluarga Korban JT610 Tuntut Lion Air Bayar Kompensasi

Mereka memberikan waktu 30 hari setelah menerima surat somasi kepada Lion Air.

Pengacara keluarga korban Lion Air JT610, C Priaardanto (kanan), Charles Herrmann (kedua dari kanan), dan Mark Lindquist (kiri) memberikan keterangan pers perihal somasi dari keluarga korban kepada Lion Air, PT Asuransi Tugu Pratama, dan Global Aerospace.
Foto: Foto: Istimewa
Pengacara keluarga korban Lion Air JT610, C Priaardanto (kanan), Charles Herrmann (kedua dari kanan), dan Mark Lindquist (kiri) memberikan keterangan pers perihal somasi dari keluarga korban kepada Lion Air, PT Asuransi Tugu Pratama, dan Global Aerospace.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 24 keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT610 melalui firma hukum Amerika Serikat (AS) Hermann Law Group serta firma hukum Indonesia Danto dan Tomi & Rekan mengajukan somasi. Mereka menuntut kepada Lion Air untuk segera membayar kompensasi senilai Rp 1,25 miliar bagi setiap keluarga korban meninggal tersebut.

Dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/4), USA Attorney at Law, dari Hermann Law Group, Charless J Hermann menjelaskan, sebenarnya perusahaan asuransi PT Asuransi Tugu Pratama sudah menjamin Lion Air Group atas pembayaran klaim asuransi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610. Namun, terdapat release and discharge (R&D) atau persyaratan untuk memperoleh kompensasi itu, yakni tidak boleh ada gugatan kepada Lion Air, Boeing, dan 1.000 entitas lainnya.

"Ini sungguh aneh dengan adanya persyaratan itu. Karenanya, atas nama para korban ini, kami meminta Lion Air segera membayar setiap keluarga Rp 1,25 miliar yang diamanatkan oleh hukum Indonesia tanpa mengharuskan mereka menandatangani release and discharge (R&D) yang tidak sah," kata Hermann dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/4).

Dia menambahkan, bahwa syarat tersebut tidak sah karena dalam Undang-Undang No 1/2009 tentang Penerbangan menyatakan pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang itu.

Hermann juga menekankan, pihaknya berharap Lion Air bisa menyelesaikan penuh kewajibannya terhadap 24 korban yang diwakili firma hukumnya itu. Mereka memberikan waktu 30 hari setelah menerima surat somasi kepada Lion Air untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dan bila tidak juga ditanggapi maka pihaknya bersiap untuk memulai gugatan kepada Lion Air di Indonesia melalui penasihat hukum di Indonesia.

"Kami juga mewakili 24 keluarga korban itu melakukan gugatan kepada Boeing di AS. Dan jika Boeing mencoba membela diri dengan adanya persyaratan ini dalam tuntutan hukum kami di AS, kami, penasihat hukum Amerika akan menyambut baik kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak para korban di Pengadilan Hukum AS," katanya. 

Menurut Hermann, dari 24 keluarga korban yang diwakilinya, dua keluarga korban memang menandatangani R&D yang dimaksud, sedangkan 22 keluarga korban lainnya belum menandatangani. Namun, ungkapnya, penandatanganan tersebut dilakukan tanpa keluarga korban diizinkan untuk memeriksa salinan R&D.

"Keluarga diminta menandatangani 9 halaman yang berisi 21 paragraf dari terminologi hukum yang sangat rumit, sementara menolak keluarga korban untuk mendapatkan bantuan penasihat hukum yang efektif," imbuh dia.

Pelanggaran hukum sementara itu, pewakilan firma hukum Indonesia Danto dan Tomi & Rekan, C Priaardanto menambahkan, apabila dalam pencairan asuransi yang jelas-jelas hak keluarga korban musibah terdapat persyaratan tidak sah, maka sangat berpotensi munculnya pelanggaran hukum.

"Awal mula pengajuan somasi ini adalah adanya potensi pelanggaran dari keempat entitas tersebut terkait dengan pemberian asuransi bagi pihak keluarga korban. Keempat entitas itu antara lain Boeing, Lion Air, Tugu Pratama Insurance, dan Global Aerospace," katanya.

Priaardanto juga menegaskan bila dalam pencairan asuransi yang jelas-jelas hak keluarga korban musibah terdapat persyaratan maka sangat berpotensi munculnya pelanggaran hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement