REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo memberi kuliah umum pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Auditorium Mutiara PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (4/4). Dalam kuliah itu, Tjahjo menyampaikan mekanisme pemilu dan menyosialisasikannya pada masyarakat.
"Tapi kuncinya ada pada partisipasi. Nah ini kan tadi kumpulan intelektual muda dari berbagai kejuruan PTIK yang kami harapkan ikut membantu sosialisasi ke lingkungan sekecil apapun, teman, keluarga," kata Tjahjo, usai menyampaikan materi.
Tjahjo menyampaikan, sistem demokrasi dibangun melalui konsolidasi demokrasi dan penyerasian semua undang-undang untuk mewujudkan sistem pemilu yang serentak. Tujuannya untuk efektivitas dan efisiensi, memperkuat sistem presidensial.
"Kita percayakan kah KPU dan Panwas sebagai pelaksana dan penyelenggara, Kepolisian dan TNI menjaga ketertiban. Pemerintah mem-backup awal sampai ke saerah agar aman dan sukses," kata dia.
Namun, Tjahjo mengatakan dalam konsolidasi demokrasi muncul virus yang paling bahaya yaitu provokator, kampanye ujaran kebencian dan hoaks, kampanye fitnah, SARA, dan politik uang. "Itu racun demokrasi yang harus dicegah. Ingatkan pada jurkam-jurkam agar tak berbuat seperti itu," ujar Tjahjo.
Tjahjo meyakini, terkait stabilitas keamanan, ketertiban, negara yakin pada kepolisian, dengan bantuan TNI dan BIN. Kemudian, dari segi penyelesaian perkara MA, MK, DKPP dan perangkat hukum lainnya pun telah disiapkan. Tjahjo pun meminta seluruh pihak untuk memercayai KPU dan mengawasi bersama penyelenggaraan pemilu. "Yakinlah pada KPU bahwa KPU sudah profesional, di backup semua, baik pengawasan juga dari partai, timses, dari pers juga ikut mengawasi," ujar Tjahjo menambahkan.