Kamis 04 Apr 2019 17:53 WIB

BPN Pindahkan Lokasi Kampanye Prabowo dari Simpang Lima

Prabowo akan berkampanye di Stadion Sriwedari, Kota Solo, pada Ahad (10/4) mendatang.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Prabowo Subianto.
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Prabowo Subianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memindahkan lokasi kampanye pasangan calon nomor urut 02 tersebut dari Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah. Prabowo akan berkampanye di Stadion Sriwedari, Kota Solo, pada Ahad (10/4) mendatang.

Direktur Saksi BPN Prabowo-Sandi, Prasetyo Hadi, memastikan kampanye terbuka Prabowo di Simpang Lima, dibatalkan. BPN mengungkapkan, pemerintah daerah setempat tak memberikan izin kepada Prabowo untuk menggelar kampanye terbuka di jantung kota terbesar kelima di Indonesia tersebut. 

Baca Juga

BPN pun meminta maaf kepada warga Jawa Tengah lantaran tak bisa berkampanye di Simpang Lima. "Sudah dipastikan batal, dan kami sangat menyesalkan tidak dikeluarkannya izin di lokasi itu (Simpang Lima),” kata dia di Jakarta, Kamis (4/4).

Sebagai pengganti lokasi kampanye di Semarang, BPN menantang diri menggelar orasi politik di stadion Sriwedari, Kota Solo. “Malah di Solo kita dapat izinnya,” ujar Prasetyo. 

Dia mengatakan, tim kampanye Prabowo-Sandi lebih tertantang dengan lokasi kampanye Stadion Sriwedari karena Kota Solo merupakan salah satu wilayah loyalis capres pejawat Joko Widodo (Jokowi). Capres dari nomor urut 01 tersebut berasal dari Kota Solo, dan pernah menjadi wali kota selama dua periode.

Pada Pemilu 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kemenangan mutlak dengan 84,3 persen suara. Lima tahun lalu, Jokowi juga menyapu suara terbanyak di Jateng dengan perolehan total 66,6 persen suara. Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Hatta Rajadsa meraih 33,3 persen suara. 

Kendati demikian, Prasetyo melanjutkan tetap menyayangkan keputusan Pemerintah Kota Semarang yang tak memberikan izin penggunaan Simpang Lima sebagai lokasi kampanye terbuka bagi Prabowo. Menurut dia, tak keluarnya izin menampakkan adanya ketidakadilan.

Sebab, dia mengatakan, belum lama ini Simpang Lima dijadikan ajang konser Apel Kebangsaan grup band dalam negeri yang mengundang sejumlah massa. Menurut Prasetyo, menjadi rancu ketika acara hura-hura yang menelan biaya sekitar Rp 18 miliar, pada pertengahan Maret 2019 itu lebih diutamakan ketimbang perhelatan kampanye politik kandidat capres.

Padahal, Prasetyo, pemerintah daerah setempat semestinya lebih mengutamakan gelaran kampanye. Sebab, kampanye terbuka dalam pemilihan umum presiden, merupakan kontestasi tertinggi di dalam negeri.

“Presiden itukan pemimpin tertinggi di negara ini. Dan tidak salah menjadikan pilpres itu menjadi kontestasi tertinggi. Tetapi mengapa, untuk acara kontestasi tertinggi itu, pemerintah (setempat) malah tidak mengeluarkan izin. Sementara untuk acara yang lain seperti Apel Kebangsaan, itu dibolehkan,” kata Prasetyo.

Namun, caleg dari Partai Gerindra itu pun mengungkapkan, sebetulnya kampanye terbuka Prabowo-Sandi selama ini memang kerap berhadapan dengan kesulitan birokrasi. Jika rencana kampanye terbuka di Simpang Lima tak dizinkan pemerintah setempat, sejumlah upaya mempersulit izin juga terjadi sebelumnya.

Dia mencontohkan, kampanye terbuka Prabowo di Bogor sebetulnya penuh hambatan. Karena, dia mengatakan, semestinya dengan jumlah massa yang mencapai puluhan ribu, kampanye dapat  digelar di dalam Stadion Pakansari.

Namun, pemerintah kabupaten hanya mengizinkan kampanye terbuka di luar stadion. “Di Bandung, di Riau juga, kami sebenarnya dipersulit. Yang di Sidoarjo (Stadion Gelora Deltras), juga hampir batal,” kata Prasetyo.

Sementara itu pada 7 April mendatang, BPN memastikan gelaran Kampanye Akbar akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SU-GBK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement