Rabu 03 Apr 2019 02:02 WIB

KRL Raup Rp 3,3 Miliar dari Tiket dalam Sehari

Jumlah penumpang KRL naik signifikan sejak lima tahun terakhir.

Red: Nur Aini
Antrean penumpang saat membeli tiket KRL Commuter Line di Stasiun Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Senin (23/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Antrean penumpang saat membeli tiket KRL Commuter Line di Stasiun Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Senin (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan nilai transaksi tiket menembus Rp 3,3 miliar sehari.

"Kondisi itu otomatis membuat perputaran uang di moda transportasi massal ini kian tinggi," kata Deputi II PT KAI Daop I Jakarta, Junaidi Nasution, di Bogor, Selasa (2/4).

Baca Juga

Junaidi Nasution menjelaskan, kini jumlah penumpang KRL di Jabodetabek mencapai 1,1 juta orang per hari. Itu artinya jika diasumsikan dengan tarif terendah senilai Rp 3.000, setiap harinya jumlah transaksi tiket KRL mencapai Rp 3,3 miliar.

Peningkatan jumlah penumpang secara signifikan terjadi sejak lima tahun terakhir. Sampai Juni 2018, rekor tertinggi jumlah penumpang KRL mencapai 1.154.080 orang. "Meningkat, lima tahun belakang dari 800 ribu penumpang, sekarang sudah sampai 1,1 juta penumpang sehari," ujarnya saat hadir pada kegiatan Pasar Murah KAI di Stasiun Bogor Kota Bogor Jawa Barat itu.

Ia menjelaskan, di waktu yang bersamaan, PT KAI memiliki armada 900 unit KRL. Jumlah tersebut bertambah 60 kereta dari tahun sebelumnya. Menurutnya, jumlah unit KRL akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penumpang.

Sebanyak 900 unit KRL ini melayani perjalanan ke 79 stasiun yang ada di Jabodetabek, Banten, dan Cikarang. Jika ditotal, panjang rutenya mencapai angka 418,5 kilometer. PT KAI juga menanggapi pembengkakan penumpang yang terjadi secara berangsur itu.

Kini, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tengah mempersiapkan transaksi karcis berbasis uang elektronik LinkAja. Nantinya pembelian karcis KRL akan diberlakukan nontunai secara keseluruhan. Hal itu berarti hanya bisa menggunakan e-money atau uang elektronik."Sekarang sudah nggak modelnya lagi uang tunai. Kita harus menyosialisasikan. Kalau nggak, kita ketinggalan," kata Junaidi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement