REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Persoalan sampah dinilai sebagai salah satu permasalahan yang tak kunjung rampung di Kota Tasikmalaya. Kepala Bidang Pengelolaam Sampah, Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasik, Iwan Setiawan mengatakan, setidaknya ada 20 titik tempat pembuangan sampah liar di wilayahnya yang belum bisa teratasi.
"Ada sekitar 20 titik TPS liar, terurama di Jalan Suaka atau yang di pinggir kota," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (1/4).
Menurut dia, petugas kebersihan sudah sering membersihkan titik-titik pembuangan liar itu. Bahkan, saat haru libur pun tak ketinggalan diangkut. Namun, setelah dibersihkan sampah itu kembali menumpuk.
Ia mengatakan, kesadaran masyarakat Kota Tasik masih minim dalam mengolah sampah yang benar. Artinya, banyak sampah yang seharusnya masih bisa diolah tapi berakhir di pembuangan.
Apalagi, ia menambahkan, jumlah armada pengangkut sampah di Kota Tasik masih terbatas. Menurut dia, jika mengukur besar kota, setidaknya diperlukan 40 kendaraan pengangkut sampah.
"Kita baru ada armada 20. Kontainernya ada 60, tapi armadanya kurang," kata dia.
Namun, ia mengingatkan, pengolahan sampah bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Lebih dari itu, pengolahan sampah menjadi kewajiban semua masyarakat, baik secara individu dan organisasi.
Meski begitu, Iwa mengaku terus berupaya untuk menangani sampah di Kota Tasik. Pada 2018 misalnya, ia telah datang ke 69 kelurahan di Kota Tasik untuk melakukan sosialisasi bank sampah. Selain itu, masyarakat pun telah diajarkan untuk memilah sampah. "Tapi kesadaran masih kurang," kata dia.
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasik Heri Ahmadi menilai, masalah kebersihan merupakan tanggung jawab pemerintah. Ia mengakui, tugas itu sudah diemban oleh Dinas Lingkungan Hidup, tapi belum maksimal.
"Masalahnya itu, sampah yang ada itu besar sekitar 1500-1600 kubik. Yang terangkut oleh armada itu hanya 900 kubik. Otomatis sisanya berceceran di jalanan," kata dia.
Menurut dia, salah satu kendala tak semua sampah terangkut tak lain adalah kurangnya jumlah armada dan biaya operasional. Ia menegaskan, jika Pemerintah Kota (Pemkot) serius ingim menyelesaikan, biaya operasional dan armada harus ditambah.
Heri mengakui, amggaran pengelolaan sampah tak bisa sepenuhnya mengandalkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Karena itu, rata-rata armada kendaraan kebersihan merupakan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.