REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kedua calon presiden (capres) memiliki pandangan berbeda mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Capres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), menyodorkan konsep 'Dilan' alias Digital Melayani dalam debat antarcapres pada Sabtu (30/3) malam ini.
Dalam segmen kedua debat malam ini, Jokowi menjawab pertanyaan panelis tentang tantangan Indonesia dalam mengahadapi Revolusi Industri 4.0. Pemerintah ke depan dianggap harus memiliki jurus jitu untuk membangun tata kelola pemerintahan berbasis teknologi informasi.
"Diperlukan pemerintahan Dilan yaitu Digital Melayani. Namanya pelayanan bukan hanya melayani, melainkan kecepatan juga diperlukan. Perlu reformasi pelayanan lewat pelayanan berbasis elektronik, e-government, e-procurement, e-budgeting," jelas Jokowi.
Jokowi juga ingin melakukan perampingan kelembagaan demi mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Dia mencatat, selama menjabat sebagai Presiden dirinya telah membubarkan 23 lembaga pemerintah yang dianggap tidak efisien.
Tujuan perampingan lembaga ini, ujar Jokowi, demi mendorong lembaga negara lebih lincah dan mudah memutuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat. "Manajemen harus disederhanakan, tidak bertele-tele, dan lembaga yang tidak perlu kita bubarkan. Tadi 23 lembaga, kalau perlu ditambah (dibubarkan)," kata Jokowi.
Sementara itu, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, lebih mendorong pemanfaatan teknologi informasi dalam transparansi birokrasi di Indonesia. Prabowo memandang pemanfaatan teknologi informasi ini bisa menekan praktik korupsi di Indonesia.
Tak hanya itu, dia juga menawarkan peningkatan peran teknologi informasi untuk mendongkrak rasio pajak yang saat ini ia sebut masih bertengger di level 10 persenan. "Kita bisa kembalikan 16 persen. Dengan demikian bisa perbaiki gaji dan kualitas hidup aparat pemerintah kita," kata Prabowo.
Prabowo juga menyinggung soal single identity card, alias satu kartu identitas tunggal yang multifungsi. Prabowo menilai bahwa program yang menggunakan terlalu banyak jenis kartu justru tidak efisien. Penggunaan kartu identitas tunggal dilakukan demi menjalankan fungsi pemerintahan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat.