Jumat 29 Mar 2019 19:00 WIB

KPPPA Siapkan Peraturan Lindungi Anak dari Terorisme

1.800 anak terlibat kasus radikalisme dan terorisme belum tersentuh pendampingan.

Personel Brimob berjaga di dekat lokasi rumah terduga teroris dan juga rumah warga yang rusak akibat ledakan bom bunuh diri yang dilakukan Solimah istri terduga teroris Husain alias Abu Hamzah, di Kecamatan Sibolga Sambas, Sibolga, Sumatra Utara.
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Personel Brimob berjaga di dekat lokasi rumah terduga teroris dan juga rumah warga yang rusak akibat ledakan bom bunuh diri yang dilakukan Solimah istri terduga teroris Husain alias Abu Hamzah, di Kecamatan Sibolga Sambas, Sibolga, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) telah menyiapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme. "Rancangan Peraturan Menteri sudah siap. Tinggal menunggu harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Hasan,  saat bincang media di Jakarta, Jumat (29/3)

Hasan mengatakan selama ini pelindungan anak berhadapan dengan hukum hanya melindungi anak pelaku, anak korban, dan anak saksi. Peraturan Menteri tersebut juga akan melindungi anak dari pelaku tindak pidana terorisme.

Baca Juga

Menurut Hasan, Peraturan Menteri tersebut dimaksudkan menjadi pedoman penanganan anak berhadapan dengan hukum dalam kasus radikalisme dan tindak pidana terorisme yang selama ini dilakukan secara lintas kementerian/lembaga dan lintas bidang. "Selama ini penanganan lintas kementerian/lembaga dan lintas bidang itu tidak ada koordinasi. Melalui Peraturan Menteri ini kami ingin mengoordinasikan," ujarnya.

Hasan mengatakan, menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, terdapat 1.800 anak berhadapan dengan hukum dalam kasus radikalisme dan terorisme yang belum tersentuh pendampingan. "Itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Anak-anak itu mengalami penderitaan dan trauma sehingga tidak mau terlibat dengan masyarakat. Itu termasuk tanggung jawab pemerintah daerah" katanya.

Hasan mengatakan anak menjadi korban tindak pidana terorisme dapat mengalami luka fisik, luka psikis, trauma, bahkan meninggal dunia. Anak pelaku tindak pidana terorisme mengalami penderitaan dalam bentuk fisik, psikis, trauma, dan stigmatisasi.

"Karena itu, anak harus dicegah terpapar paham radikal dan terlibat tindak pidana terorisme," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement