Selasa 26 Mar 2019 20:08 WIB

'Hoaks Bisa Jadi Pintu Masuk Gerakan Radikal'

Bangsa Indonesia perlu belajar dari fenomena Arab Spring di Timur Tengah.

Revolusi Arab Spring di Tuniasia.
Foto: trt world
Revolusi Arab Spring di Tuniasia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena hoaks (berita bohong) menyita perhatian besar jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Kecanggihan teknologi informasi dengan gadget dan media sosial (medsos) membuat dunia nyata dan dunia maya seakan gaduh ‘diacak-acak’ hoaks. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena hoaks bisa menjadi salah satu pintu masuk gerakan radikal dan ekstremisme seperti yang pernah terjadi di Timur Tengah, dengan Arab Spring.

Pengamat Timur Tengah dari Damar Institute Dr Suaib Tahir, MA mengungkapkan, salah satu yang mendukung gerakan massa di negara-negara Arab saat itu tidak terlepas dari kemajuan teknologi khususnya medsos. Masyarakat tidak perlu lagi teriak-teriak di sana sini untuk mempengaruhi masyarakat agar turun ke jalan akan tetapi cukup membuat tagline di medsos. Buktinya, propaganda, hoaks, agitasi yang tersebar di medsos mampu memobilisasi masyarakat untuk turun ke jalan sehingga menimbulkan kegaduhan besar.

“Yang menarik dari Arab Spring ini adalah munculnya gerakan-gerakan radikal dan ekstremisme di negara-negara itu sebagai salah satu pioner pembebasan dari sistem diktator yang selama ini berkuasa di negeri-negeri itu. Isu agama dijadikan senjata untuk menerapkan syariat Islam seperti yang terjadi di Mesir, Libya dan Tunisia,” ujar pria jebolan Universitas Khartoum Sudan di Jakarta, Selasa (26/3).

Ia mengingatkan, agar bangsa Indonesia belajar dari fenomena Arab Spring yang pernah terjadi di Timur Tengah. Suaib menjelaskan, ketika Arab Spring terjadi, ia masih berada di Timur Tengah dan menyaksikan secara langsung proses kemunculannya.

Saat itu, ia sedang berada di Juba menghadiri upacara kemerdekaan Sudan Selatan. Usai menghadiri upacara kemerdekaan itu tiba tiba semua delegasi dari berbagai negara tiba tiba harus kembali ke Khartoum, ibu kota Sudan, karena ingin menyampaikan laporan upacara kemerdekaan Sudan Selatan. Pada waktu yang sama mereka ingin melaporkan kejadian di Tunisia yang memaksa Presiden Tunisia Ali Zaenal Abidin agar mundur dari posisi Presiden.

Awalnya, terang Suaib, hanya masalah kecil yaitu seorang pedagang buah di sebuah kota provinsi di Tunisia membakar dirinya karena putus asa atas tindakan aparat keamanan yang melarang dan membakar barang dagangannya di pinggir jalan. Peristiwa inilah yang kemudian memancing amarah masyarakat untuk turun ke jalan memprotes aksi aparat keamanan itu. Protes yang dimulai dari ibukota provinsi akhirnya menjalar hingga ke ibu kota dan pada akhirnya memaksa Presiden Tunisia untuk lengser dari jabatannya.

Ia melanjutkan, apa yang terjadi di Tunisia menjadi inspirasi bagi warga Mesir yang juga melakukan aksi bakar diri karena putus asa dengan kehidupan ekonominya. Dari sini, masyarakat Mesir mulai turun ke jalan menuntut Presiden Mesir Hosni Mubarak agar lengser dari kursi kepresidenan. Setelah demonstrasi yang berlangsung beberapa bulan akhirnya Mubarak juga lengser dari kekuasaan. Apa yang terjadi di Mesir juga menginspirasi masyarakat Libya, Yaman, Irak dan Suriah kemudian melakukan hal yang sama dan semua itu berawal dari hoaks.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement