Jumat 29 Mar 2019 09:39 WIB

Gelombang Penolakan Bandara Kulon Progo Masih Bermunculan

Walau pembangunan diklaim hampir rampung namun penolakan masih ada

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Christiyaningsih
 Aksi long march yang dilakukan Aliansi Seduluran Yogyakarta Peduli  Alam di Kota Yogyakarta, Kamis (28/3). Aksi solidaritas itu dilakukan  sebagai penolakan terhadap pembangunan New Yogyakarta International Airport  (NYIA) di Kabupaten Kulonprogo.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Aksi long march yang dilakukan Aliansi Seduluran Yogyakarta Peduli Alam di Kota Yogyakarta, Kamis (28/3). Aksi solidaritas itu dilakukan sebagai penolakan terhadap pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulonprogo.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pro dan kontra pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) masih belum usai. Walau pembangunan NYIA diklaim hampir rampung, gelombang penolakan nyatanya masih terus bermunculan.

Kemarin (28/3) sejumlah elemen masyarakat berunjuk rasa di DPRD DIY. Unjuk rasa dimulai dengan aksi long march yang dilakukan dari Taman Parkir Abu Bakar Ali. Koordinator Umum Aliansi Seduluran Yogyakarta Peduli Alam, Husnudin, mengatakan aksi ini merupakan solidaritas kepada masyarakat yang masih berjuang di Kulon Progo. Karenanya, unjuk rasa dilakukan tidak hanya di satu titik. "Dilakukan di titik-titik lain seperti Semarang, Solo, Bandung, Bekasi dan lain lain," kata Husnudin, Kamis (28/3).

Ia mengatakan mereka mendukung sepenuhnya apa yang terus dilakukan Paguyuban Masyarakat Penolak Bandara di Kulonprogo. Bersamaan dengan unjuk rasa, mereka disebut sedang mengantarkan gugatan ke Mahkamah Agung. Gugatan menyoal kehadiran PP Nomor 13 Tahun 2017 khususnya dalam Pasal 30 1a dan turunannya Pasal 2 yang mencantumkan pembangunan NYIA. Mereka merasa pasal itu bertentangan dengan banyak peraturan lain.

"Hal itu yang kemudian mendorong kami melakukan solidaritas bersama dan mengingatkan pembangunan bandara hari ini sangat bermasalah dan memungkinkan berdampak banyak kepada masyarakat," ujar Husnudin. Ia menilai pembangunan infrastruktur ini tidak mementingkan zona bencana. Padahal, memang ada wilayah-wilayah yang seharusnya tidak boleh dibangun infrastruktur karena sangat berpotensi bencana.

Terlebih, NYIA disebut mampu menyerap setidaknya 10 juta manusia dalam satu tahun dan menampung 360 lebih pekerja. Ia merasa hal-hal itu yang dilupakan negara. Negara juga dianggap lupa Kulon Progo itu wilayah dengan tingkat kebencanaan yang sangat besar seperti tsunami.

Husnudin mengingatkan jika terjadi bencana jelas infrasturkur akan hancur dan masyarakat yang akan terdampak. "Akan ada banyak korban jiwa, masyarakat yang dikorbankan. Barangkali pusat akan mendapatkan keuntungan, tapi jika bencana terjadi yang terdampak masyarakat," kata Husnudin.

Untuk itu, ia mengingatkan negara agar tidak sekadar melihat berapa juta yang akan didapatkan. Akan tetapi negara harus memperhatikan keamanan dan keselamatan masyarakat.

"Sehebat apapun pembangunan yang dilakukan negara, dia tidak akan selamat dari bencana," ujar Husnudin. Ia juga mengingatkan bagaimana porak-porandanya infrastruktur saat tsunami Palu dan Banten.

Aliansi Seduluran Yogyakarta Peduli Alam terdiri dari banyak elemen ormas dan individu yang peduli isu lingkungan. Ada Muda Mudi Membumi, Teman Temon, SMI, PMII, Poros, Espresi, dan lain-lain. Hingga kini, ia tidak menampik sudah banyak masyarakat sekiraran NYIA yang menerima pembangunan. Tapi, Husnudin menegaskan, mereka tidak lagi menolak bukan berarti menerima melainkan pasrah karena tidak memiliki daya untuk menolak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement